Sabtu, 24 Mei 2008

Politik Hukum Islam

Islam dan politik, dewasa ini merupakan suatu hal yang – dianggap – bertolak belakang. Islam adalah agama yang mengajarkan akhlak mulia sedangkan politik adalah cara manusia untuk memperjuangkan kepentingan yang identik dengan kekotoran perbuatan, tipu muslihat, dan menghalalkan segala cara.
Hingga akhirnya muncul suatu statement, bahwa politik adalah sesuatu yang “haram” dilakukan oleh para ulama ataupun pendakwah Islam yang ingin namanya bersih di mata masyarakat. Masyarakat pun akan sangat kecewa apabila ulama mereka memutuskan untuk berpolitik, karena politik akan membuat seseorang masuk ke lingkaran “setan” yang hanya akan mementingkan kepentingan pribadi dan golongan.
Ketakutan politisasi agama merupakan salah satu dasar bagi hukum sekulerisme. Istilah "politisasi agama" (tasyîs ad-dîn) sebenarnya bukanlah istilah netral, melainkan istilah yang terkait dengan suatu pandangan hidup (worldview, weltanschauung) tertentu, yaitu sekularisme. Dalam masyarakat sekular Barat, pemisahan agama dari gereja (agama) adalah suatu keniscayaan. Karena itu, politisasi agama dipandang ilegal.
Robert Audi (2002) menjelaskan bahwa dari sekularisme diturunkan tiga prinsip dalam kehidupan bernegara, yaitu prinsip kebebasan (libertarian), prinsip kesetaraan (equality), dan prinsip netralitas (neutrality). Berdasarkan prinsip terakhir, suatu negara haruslah mengambil sikap netral di antara agama-agama. Implikasinya, jika negara mengutamakan atau mengadopsi suatu agama tertentu (di antara beragam agama) untuk mengatur kehidupan bernegara, berarti negara itu telah melanggar satu prinsip dasar sekularisme. Inilah "politisasi agama" yang dianggap penyimpangan (corruption) dalam logika sekular, karena agama memang harus dipisahkan dari urusan politik. Wajar jika kaum sekular akan menolak jika agama dibawa-bawa dalam berpolitik atau orang berpolitik atas nama agama.
Mengapa logika sekular menolak campur tangan agama dalam kehidupan politik? Hal ini tidak terlepas dari trauma masyarakat Barat pada Abad Pertengahan (abad ke-5 s.d. ke-15 M) ketika gereja dan negara berkolaborasi mendominasi segala aspek kehidupan masyarakat; mulai dari urusan keluarga, ekonomi, politik, sosial, seni, hingga teologi dan ilmu pengetahuan, semuanya harus tunduk pada ketentuan gereja. Struktur masyarakat yang seperti ini ternyata telah menimbulkan kerugian yang luar biasa atas kemanusiaan di segala bidang sehingga abad-abad itu dikenal dengan "Masa Kegelapan" (The Dark Ages).
Walhasil, paham sekularisme yang menafikan agama dalam kehidupan inilah yang mendasari penolakan politisasi agama. Karena itu, jika ada partai politik atau kelompok dakwah yang mengusung misi politik bernuansa agama, misalnya penegakan syariat Islam dalam kehidupan bernegara, atau misi mendirikan negara Khilafah, maka ini akan mudah dicap sebagai telah melakukan "politisasi agama". Tentu stigma yang demikian bukanlah berdasarkan perspektif Islam, melainkan berdasarkan perspektif asing, yaitu paham sekularisme yang tumbuh dalam masyarakat Barat yang Kristen
Lalu bagaimana seharusnya kita menyikapi politik bagi umat ?. karena, mengutip ucapan Aa Gymnastiar, ketika beliau memperoleh nasihat dari para santrinya untuk tidak terjun ke dunia politik, apabila politik hanya dihuni oleh orang-orang yang tidak tahu agama (Islam) maka apa jadinya sebuah negara itu ?.
Politik dan Islam – sebenarnya - merupakan suatu yang sangat berkaitan, karena Islam bukan hanya mengajarkan ritualitas dan akidah tetapi juga mengatur bagaimana manusia dalam mengelola kehidupan di dunia termasuk bagaimana manusia mengatur negara dan berpolitik.
Adakah Islam mampu untuk menjadi agama, politik dan spiritual ? Bukti bukti secara normatif, historis dan empiris telah mengantar kita pada keberhasilan Islam pada masa- masa dimana Islam adalah sebuah ideologi negara, syariat merupakan hukumnya dan khalifah kepala negaranya. Islam menjadi rahmatan lil alamin justru ketika Islam adalah ideologi dan bukan hanya menjadi agama ritualitas.

Secara normatif, kemampuan Islam sebagai ajaran politik dan spiritual terlihat dalam dua elemen pemikiran (thought) dan metode (method). Elemen thought meliputi,
1. Akidah Islam, yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, hari kiamat, serta Qadha’ dan Qadar.
2. pemecahan masalah kehidupan manusia, yang meliputi hukum syara’ yang berkaitan dengan seluruh masalah kehidupan manusia, baik dengan Tuhannya, seperti ibadah, ataupun masalah manusia dengan sesamanya seperti ekonomi, sosial, politik, pendidikan, sanksi hukum dan sebagainya, maupun masalah manusia dengan dirinya sendiri seperti masalah makanan, pakaian, dan akhlak.
Sementara elemen method meliputi bagaimana konsep tersebut diterapkan, dipertahankan dan dikembangkan, yaitu :
1. Metode menerapkan akidah dan hukum syara’ yaitu melalui negara Khilafah Islam dan partai politik Islam yang menegakkan Islam.
2. Metode mempertahankan akidah dan hukum syara’ melalui institusi pengadilan (al qadha’), dan penerapan sanksi hukum (uqubat) kepada para pelaku pelanggaran akidah dan hukum syara’, yang dijalankan oleh khilafah Islam.
3. Metode mengemban akidah dan hukum syara’ yang dilakukan melalui dakwah serta Jihad fi sabilillah baik defensif maupun ofensif, yang hanya bisa dijalankan apabila ada Khilafah Islam.
Politik adalah bagian integral dari keseluruhan norma Islam. Dikatakanlah, "Al-Islâm dîn wa minhu ad-dawlah." (Islam adalah agama dan politik adalah bagian darinya). Definisi politik (as-siyâsah) dalam perspektif Islam adalah pengaturan urusan-urusan masyarakat—dalam dan luar negeri—berdasarkan hukum-hukum syariah Islam. Politik ini dilaksanakan secara langsung oleh negara Islam (Khilafah) serta diawasi oleh individu dan kelompok rakyat. Itulah makna politik yang digali dari berbagai dalil, di antaranya dari Hadis Nabi saw. berikut: Bani Israil senantiasa diatur urusannya oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, ia digantikan oleh nabi yang lain. Akan tetapi, tidak ada nabi sesudahku, yang akan ada adalah para khalifah yang akan banyak sekali jumlahnya). (HR Muslim).
Di dalam hadis ini ada isyarat bahwa, tidak boleh tidak, rakyat harus mempunyai seseorang yang mengurus berbagai urusan mereka; membawa mereka ke jalan yang baik, dan menolong orang yang dizalimi dari orang yang berbuat zhalim.
Karena itu, tidak heran jika Imam al-Ghazali, menekankan, bahwa politik dan agama adalah ibarat dua saudara. Dikatakan pula, "Jika kekuasaan (as-sulthan) terpisah dari agama atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan manusia akan rusak.
Dalam terminologi Islam, sistem politik Islam dinamakan Khilafah atau Imamah. Kewajibannya secara normatif dalam Islam adalah sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi. Seluruh imam madzhab dan para mujtahid besar tanpa kecuali telah bersepakat bulat akan wajibnya Khilafah atau Imamah ini.
Walhasil, di tengah dominasi paham sekularisme dewasa ini, penolakan terhadap politik Islam jelas bukan merujuk pada norma dan pengalaman sejarah Islam, melainkan merujuk pada norma dan sejarah masyarakat Eropa yang Kristen. Jelas ini adalah bentuk taklid buta yang sangat menyesatkan kaum Muslim.

Kamis, 22 Mei 2008

Cara kasih komentar

Kemarin ada yang sms bernada protes ke redaksi, bertanya bagaimana cara kasih komentar. caranya berikut ini :
1. klik komentar / posting komentar. setelah itu akan muncul jendela baru yang harus diisi.
2. masukkan / ketik komentar antum di kotak sebelah kanan yang telah disediakan, jangan lupa, berikan nama dan e-mail dan asal antum, agar kami bisa mengetahui keberadaan antum.
3. pilih salah satu opsi pemberian identitas yang ditandai dengan lingkaran kecil yang bisa diklik / diberi titik. dimana ada pilihan Google blogger, Open ID, Nama URL dan Anonim. bila antum tidak memiliki ketiga opsi pertama, maka klik anonim.
4. terakhir, klik publikasikan untuk kembali ke jendela awal.

Jazzakumullah, semoga bermanfaat
Redaksi

Senin, 05 Mei 2008

demokrasi jilid 2

Wajah Demokrasi Yang Bopeng Sebelah


Merasa familiar dengan judul diatas ? Penulis memang sengaja menyitirnya dari tulisan yang dibuat Soe Hok Gie (lebih dikenal dengan sebutan Gie) sesaat setelah gerakan mahasiswa tahun 66 berhasil merobohkan Orde lama dan menandai berdirinya Orde baru. Artikel yang aslinya berjudul “wajah fakultas sastra yang bopeng sebelah” ini memang tidak membicarakan demokrasi, tetapi sosok Gie kita kenang sebagai pejuang demokrasi yang akhirnya kecewa dengan hasil perjuangannya sendiri, karena demokrasi wajah baru (baca: orde baru) tidak memberikan perbedaan yang signifikan kepada Indonesia. Hingga di akhir hayatnya, Gie tetaplah seorang kritikus pedas terhadap pengemban demokrasi (baca: pemerintah) Indonesia.
Siapapun dia, tidak bisa memungkiri, bahwa gerakan mahasiswa memiliki peranan yang cukup berarti dalam perjalanan bangsa ini. Berbagai macam momen dan peristiwa yang terjadi senantiasa menghadirkan sosok mahasiswa sebagai bagian dari unsur terpenting. Setumpuk predikat filosofis pun dikalungkan untuk mahasiswa; mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change), kontrol sosial (social control), kekuatan moral (moral force), cadangan potensial (iron stock), dan sebagainya walaupun akhirnya seiring dengan semakin terkikisnya vitalitas mahasiswa, akhirnya predikat itu menjadi ungkapan romantisme belaka.
Pemikiran yang muncul di tubuh gerakan mahasiswa dewasa ini, tidak (atau sedikit) ada yang menyinggung masalah yang sebenarnya. Akar-akar masalah yang muncul dari demokrasi dibicarakan dengan gegap gempita, seperti kemiskinan, pengangguran, pendidikan mahal dan korupsi, tetapi Demokrasi sendiri dipandang sebagai sesuatu yang suci, yang tidak perlu diperdebatkan. Slogan-slogan demokrasi digunakan sebagai dasar berbagai kegiatan mahasiswa, tanpa melalui kajian yang mendalam terhadap demokrasi.
Pengadopsian sebuah ide atau pemikiran gerakan menjadi unsur yang penting bagi gerakan mahasiswa sebagai nilai perjuangan nantinya. Ide atau pemikiran itu haruslah ide dan pemikiran yang benar dan jelas. Dalam artian telah melalui proses studi kelayakan dan disimpulkan apakah baik untuk diadopsi. Ternyata prinsip ini dilupakan oleh gerakan mahasiswa selama ini. Mahasiswa tidak mampu menampilkan diri sebagai insan yang cerdas, lebih bersifat emosional tapi non konseptual. Banyak bermain pada wilayah kritik, auto kritik tapi kering akan solusi. Ketika Barat menyerukan demokratisasi, mahasiswa pun menyerukan hal yang sama. Ketika Barat menyerukan pluralisme, mahasiswa pun latah dengan apa yang dikatakan pihak Barat. Yang lebih disayangkan ketika gerakan mahasiswa justru menjadi pelanggeng sistem status quo yang jelas–jelas telah busuk dan tidak layak dipelihara. Lagi–lagi karena mahasiswa tidak memiliki pemikiran dan konsep yang jelas.
Mahasiswa akan berkilah jika diperhadapkan dengan keburukan dan kegagalan demokrasi, bahwa bangsa Indonesia memang masih pada tahap belajar berdemokrasi atau transisi demokrasi. Padahal negara demokrasi sendiri hanya ada dalam komik-komik yang dikarang oleh tokoh-tokoh Barat dan para Islamofhobia. Kemudian mahasiswa (termasuk mahasiswa muslim) ikut-ikutan latah seperti apa yang dikatakan mereka. Akibatnya gerakan mahasiswa tidak lagi memiliki orientasi yang sejalan dengan ide-ide Islam sebagai ide terbaik yang seharusnya menjadi Value of objektif bagi pergerakan mereka.
Ide Islam (syariat Islam) ditakuti, seolah ide ini akan membuat mereka mundur dari peradaban. Mereka mengidentikkan syariat Islam sebagai ide yang tidak sesuai dengan pluralisme, dan tidak mengusung keberagaman. Hal ini hingga sekarang masih terjadi, meski kita semua tahu sendiri bahwa kebobrokan kehidupan saat ini karena tidak diterapkannya system Islam secara Kaffah. Malah kita terjebak dalam roda pergerakan system Kapitalis saat ini, yang tidak akan pernah rela menjadikan rakyatnya hidup makmur karena kemiskinan adalah salah satu alat dari kapitalisme untuk tetap bercokol di sebuah negara.
Syariat Islam sempurna karena dia datang dari pencipta manusia, dan hanya Allah yang mampu membuat aturan yang paling cocok untuk manusia, karena pencipta adalah sosok yang paling mengenal ciptaannya. Ketika manusia mengagungkan aturan-aturan yang dia buat sendiri, maka aturan itu tak ubahnya istana kardus yang meski indah tapi mudah hancur dan terbakar. Tak berlebihan bila penulis memberikan statement bahwa demokrasi dan seluruh keturunannya adalah sebuah wajah yang bopeng sebelah, yang tampak seakan-akan manis, tetapi buruk rupa. Ingatlah bahwa Allah telah berfirman dalam Al Qur’an, "Siapa saja yang berpaling dari dzikri (kitab-Ku), maka baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya di pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (QS. Thaha [20]:124).
Ketahuilah kawan-kawan mahasiswa, kita semua akan menjadi saksi kehancuran dari negeri ini bila kita biarkan sistem yang bobrok ini terus menerus menggerogoti setiap kekayaan dan darah rakyat kita. Tidak cukup kita hanya menyerukan isu-isu yang parsial, melainkan harus menyentuh akar permasalahannya yaitu ganti sistem ini dengan sistem yang baru yakni Islam. Sesungguhnya menjadikan demokrasi sebagai cita – cita dan standar perjuangan adalah kekeliruan besar mahasiswa / lembaga/ gerakan mahasiswa dan akan selamanya menjadi faktor kegagalan demi kegagalan yang kita dapatkan. Wahai mahasiswa muslim, Islam tidak bisa dikompromikan dengan ide-ide yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam (baca : Demokrasi). Islam adalah ideologi kita yang mampu memberikan solusi pada semua permasalahan umat manusia. Ke depan, gelombang perubahan dan benturan ideologi akan semakin terasa, Islam akan menantang dan meruntuhkan Kapitalisme- Sekuler dan Sosialisme-Komunis. Tinggal kita serukan kepada kawan-kawan mahasiswa, apakah anda akan berada dibalik perjuangan kapitalis dan sosialis atau dibalik perjuangan Islam? Sangat disayangkan jika ada yang salah pilih tapi lebih disayangkan lagi jika ada yang tidak memilih apa–apa selain hanya diam dan bungkam. Wallahu A'lam Bishowab
Irfan S Roniyadi and Ulul Azmi Rizal.

Korupsi

Korupsi dan Mahasiswa

Kita rata-rata telah mengaku kita kaum mahasiswa adalah kaum yang bersih dari korupsi, kaum yang dengan percaya diri mengatakan bahwa kita adalah agent of change. Kaum yang selalu berjanji untuk berjuang di garis depan sebagai pengawas kebijakan pemerintah.
mahasiswa adalah gudangnya idealisme, sejak jaman soe hok gie hingga sekarang.sejarahpun telah mencatat tumbangnya rezim di indonesia adalah peran besar mahasiswa. Kini pertanyaan besarnya adalah: benarkah kita sebersih yang kita kira ?
Korupsi telah membudaya, kalimat ini pertama kali muncul dari proklamator RI bung hatta. Artinya sejak orde lama hingga orde reformasi(?) masalah korupsi adalah masalah klasik dan tak kunjung berakhir di indonesia, bahkan cenderung menunjukkan fenomena gunung es. Sudah berapa kali pemerintahan diganti orang baru, yang sudah tentu pernah mengenyam bangku kuliah, dan tentunya pernah pula memiliki idealisme seperti kita, toh korupsi masih ada. Angkatan 66 ternyata sama saja ketika duduk di pemerintahan. Angkatan 98 yang duduk di pemerintahan sekarangpun terindikasikan sami mawon. Jadi jelas ada yang salah dengan idealisme mahasiswa. Jadi ada apa dengan idealisme mahasiswa ?.
coba kita explore dulu kata budaya, yang menunjukkan bahwa semua lapisan masyarakat ikut memiliki. Jadi budaya adalah suatu kebiasaan yang terjadi di dalam masyarakat secara luas, tidak melulu dimiliki satu golongan tertentu, karena kalau begitu belum bisa disebut budaya. Ironis memang karena budaya selama ini identik dengan keindahan.
Jadi kita, mahasiswa yang di kampus mengagungkan idealisme, sudah pasti ikut serta memupuk budaya ini. Gak percaya?
Sudah pernah ngurus SIM,KTP, atau justru hal-hal yang lebih berat seperti surat kelakuan baik? Berapa uang yang kita bayarkan? Sudahkah sesuai dengan tarif yang seharusnya dibayar? Berapa lagi yang kita bayar ke polantas saat kita melanggar lalu lintas hanya karena kita malas untuk ikut sidang? Kalau bukan anda, mungkin teman kita di lain tempat yang juga mengaku sebagai mahasiswa yang beridealisme. Kemana larinya idealisme kita? masihkah kita yakin kita mampu sebagai agent of change?
Korupsi adalah borok masyarakat kita, dan kita sudah sering menganggapnya wajar, sehingga kita melakukannya tanpa ada rasa risih ataupun aneh.
pertanyaan yang kedua adalah apa yang salah dengan indonesia ?.
Indonesia adalah negeri yang kaya raya akan hasil buminya, penuh dengan minyak, gas dan komoditi komoditi yang sangat beragam dan menguntungkan bila dikelola dengan benar.tapi yang terjadi adalah sebaliknya, kita kaya akan hasil utang alias bunga yang mencekik leher.
Korupsi sudah begitu luasnya merusak indonesia sampai kita seringkali merasa lelah untuk terus menerus melawan.
Dari dua pertanyaan pelik diatas, jawabannya cukup satu. Sistem!
sistem kafir sekular yang diadopsi oleh indonesia ini menciptakan lingkaran setan yang terus menerus menciptakan penjahat penjahat baru yang meski dibasmi akan tetap ada, karena tidak adanya sistem yang mampu mempersempit ruang gerak para koruptor.
Sistem demokrasi sekular yang seolah olah kuat ini ternyata laksana istana kardus yang setiap saat mudah roboh dan terbakar. hukum hukum yang diciptakan manusia sendiri ternyata tidak mampu memberikan unsur jera meski terlihat pelik dan kompleks.
Kita para mahasiswa, harus sadar sejak sekarang, bahwa tekad dan kemauan saja tidak akan cukup mampu merubah wajah negara ini bila sistem yang ada masih sekuler seperti sekarang. Sistem adalah sebuah perputaran lingkaran, tanpa perubahan arah putaran, tidak akan mampu seseorang ataupun kelompok merubah ritme dari isi lingkaran.
Wahai kawan, bila agent of change adalah kita, maka seharusnya agenda pertama untuk perubahan adalah sistem dari negara ini. Hal ini yang harus kita perjuangkan, bukan dengan teriakan lantang yang hanya menyentuh tepi dari kesalahan mendasar negeri ini.
Sistem yang seperti apa? Tentu tidak banyak jawabannya, karena dunia hanya mengenal tiga sistem negara, sekularisme, komunisme dan Islam, mana yang terbaik menurut kita para mahasiswa muslim? Kita sudah pasti tahu jawabannya. Tertarik?


Irfan S. Roniyadi/Psikologi
Komentar dan saran: anakin_jundi@yahoo.com

Demokrasi = Demon Crazy ?

Demokrasi : Pengingkaran Fitrah Manusia

Gerakan mahasiswa dewasa ini secara struktural teracuni oleh demokrasi. Demokrasi dipandang sebagai suatu tujuan pergerakan, bahkan mahasiswa rela berjuang hidup dan mati demi tegaknya suatu sistem yang sama sekali tidak sesuai dengan fitrah mereka. Demokrasi, apalagi yang mampu kita gali ?
Segi historis dari demokrasi diawali dengan munculnya gerakan Reinassance pada abad pertengahan di Eropa yang menuntut pemisahan dominasi gereja terhadap kehidupan manusia, dimana pada saat itu, Gereja digunakan para penguasa untuk melegitimasi segala keputusan yang dibuat dan menyingkirkan lawan-lawan politik. Perkembangan ilmu pengetahuan terhambat, karena Gereja memberangus ilmu-ilmu yang tidak sesuai dengan doktrin gereja saat itu.
Dari sinilah, muncul sekulerisme, dimana agama diletakkan di tempat ibadah saja, dan tidak lagi berhak mengatur kehidupan manusia. Sekularisme merupakan akidah "jalan tengah" yang lahir sebagai bentuk kompromi para pemuka agama yang menghendaki kehidupan manusia harus tunduk pada otoritas mereka (dengan mengatasnamakan agama), dengan para filosof dan cendekiawan yang menolak otoritas agama dan dominasi para pemuka agama dalam kehidupan. Dengan demikian, para penganut sekularisme sebetulnya tidak mengingkari Tuhan (agama) secara mutlak; mereka hanya menginginkan agar Tuhan (agama) tidak mengatur kehidupan mereka.
Segala peraturan dibuat oleh manusia sendiri, dan dilaksanakan sesuai dengan keinginan manusia. Kedaulatan ada di tangan manusia (rakyat), hukum dibuat dari pemikiran manusia, dilaksanakan oleh manusia, dan digunakan untuk manusia. Tercetuslah demokrasi.
Demokrasi sarat dengan ide-ide yang mengatas namakan kebebasan. Rakyat bebas beragama, bebas berpendapat, bebas berprilaku, termasuk bebas dalam berekspresi, mempertontonkan aurat, berzina, dan melakukan kemaksiatan yang lain. Didalam demokrasi juga diberikan kebebasan terhadap kepemilikan, dimana seseorang berhak untuk memiliki harta, sekaligus mengembangkannya dengan sarana dan cara apapun. Maka jelaslah, bahwa Kapitalisme akan selalu mengikuti penerapan Demokrasi dan pemberlakuan Sekulerisme.
Manusia telah dihakikatkan menjadi makhluk yang lemah. Secara fisik saja, kita bukanlah yang terhebat di alam semesta. Manusia masih kalah kuat dengan beruang, kalah cepat berlari dengan cheetah, manusia tidak sebesar paus biru, ataupun bisa terbang seperti burung.
Manusia dimuliakan dengan akal, tetapi, akal tetap penuh dengan keterbatasan.
Secara fitrah, manusia adalah makhluk yang serba terbatas (relativismus uber alles). Keserbaterbatasan manusia ini telah cukup mengantarkan manusia pada situasi dimana ia senantiasa membutuhkan -dan bergantung pada- Zat Yang Tak Terbatas alias Yang Mahamutlak (Absolutismus uber alles); Dialah Allah sebagai The Ultimate Reality (Realitas Tertinggi, Wâjib al-Wujûd).
Secara fitrah pula, manusia dianugerahi oleh Allah Swt. naluri untuk beragama atau religiusitas (gharîzah at-tadayyun), yang merupakan sesuatu yang sudah built-in dalam dirinya, bahkan sejak sebelum kelahirannya ke alam dunia. Naluri ini telah cukup mendorong manusia untuk melakukan pemujaan terhadap apa yang dianggapnya sebagai The Ultimate Reality (Realitas Tertinggi) itu.
Sayang, dua kenyataan primordial (fitri) ini tidak serta-merta menjadikan manusia "tahu diri"; entah karena mereka tidak berpikir rasional (tidak menggunakan akal) atau karena mereka terlalu percaya diri akibat hegemoni hawa nafsu yang ada dalam dirinya. Hawa nafsu pula yang mempengaruhi manusia dalam membuat hukum, dimana hukum hanyalah sebuah alat untuk mencapai tujuan dan kepentingan dari pembuat hukum (baca: manusia). Hukum dibuat dengan menggunakan asas manfaat. Jadi apabila suatu prilaku itu menghasilkan keuntungan, maka akan di legitimasi, dan bila merugi maka akan diabaikan.
Inilah yang akhirnya menciptakan kebobrokan moral , karena manusia pada dasarnya tidak mampu mengenali dirinya sendiri. Manusia ternyata tidak mampu membuat hukum untuk dirinya sendiri, dan tidak mampu menghukum dirinya sendiri bila melanggar aturan. Terbukti, penjara tidak mampu membuat orang menjadi jera melakukan kejahatan.
Manusia bukan hanya seonggok tubuh dengan mekanisme kerja organ hidup, tetapi juga merupakan sekumpulan pribadi yang kompleks dan Gestalt (keseluruhan). Manusia akan selalu dihinggapi kepentingan, keinginan, keserakahan, keegoismean, kehedonismean, dalam membuat aturan untuk dirinya. Maka sudah selayaknya kita mengatakan bahwa manusia tidak berhak membuat aturan untuk dirinya, karena manusia tidak mengenal dan tidak mampu mengakomodasi segala kekurangan dirinya.
Lalu siapa yang paling mengenal manusia, kalau bukan pencipta manusia ? sebagaimana kitalah yang paling mengenal komputer karena kitalah penciptanya.
Oleh karena itu, cukuplah Allah saja yang memegang kedaulatan, dan cukuplah Allah saja yang membuat hukum. Karena kita, telah difitrahkan untuk menjadi makhluk yang lemah, dan senantiasa membutuhkan Dzat yang Maha Kuasa, yaitu Allah SWT.
Jika kita tetap bertahan untuk berkubang dalam aturan-aturan buatan manusia dan tetap enggan diatur dengan aturan-aturan Allah, layaklah kita merenungkan kembali firman Allah Swt. berikut:

]أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ[
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?! (QS al-Maidah [5]: 50).
Wallahu a’lam Bisshawab....
Irfan S. Roniyadi

AIDS

Aku Ingin Dekat denganmu ,Sayang!

Kalimat inilah yang biasa kita dengar di Sinetron ketika ada buaya darat(laki-laki playboy)merayu seorang dara.Namun disini kita tidak akan bahas romantisme ala sinetron Indonesia,namun romantisme yang diumbar oleh AIDS. Sosok dengan nama lengkap Aquired Imune Deficiency Syndrom ini telah terkenal di seluruh dunia karena sepak terjangnya yang telah terbukti ampuh untuk melenyapkan(baca:membunuh) ratusan orang tiap menitnya.Sosok ini pertama kali ditemukan pada tanggal 5 Juni 1981 ketika Center for Diseas Control Prevention di Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis pada 5 laki-laki homoseksual di Los Angels.Ada dua tipe virus penyebab AIDS yang sudah ditemukan ,yaitu HIV-1 yang diduga berasal dari simpanse dan HIV-2 yang diduga berasal dari monyet Sooty Mangabey.Nah loh,kenapa sosok selebritis kita yang satu ini malah berasal dari hewan primata(yang oleh Charles Darwin disebut sebagai nenek moyang kita).Hebat juga orang yang sudah berkenalan dan mulai bermesraan dengan AIDS ini ,karena ternyata mendapat oleh-oleh dari nenek moyang kita(Monyet).
Dari hutan belantara hingga kota metropolis raksasa telah dijadikan lahan empuk berkembangnya AIDS ini.Dari penjahit hingga penjahat sudah sangat akrab dengan sosok selebritis kita ini.Kita sebagai remaja dan generasi penerus bangsapun tak luput dari rayuan mautnya.Kehidupan malam diskotik,pergantian jarum suntik,dan perilaku seksual yang tidak sehat(sehat=sah dalam hukum islam) menjadi jurus maut masuknya AIDS dalam kehidupan kita.Jika kita mengaku sebagai Agen of change(Mahasiswa) yang dinamis dan modern , maka tidak akan ada dalam kamus keseharian kita untuk melakukan hal-hal yang akan membuat kita berkenalan dengan AIDS ini.Karena sekali saja kita berkenalan dengannya maka sangat sulit untuk melepaskan diri darinya.
Afrika adalah daerah yang paling terpengaruh dari penyebaran virus HIV ini. Benua Afrika didiami oleh 10% dari jumlah populasi dunia namun disaat yang sama 60% dari jumlah populasinya mengidap AIDS.Sedangkan di Indonesia hingga bulan Mei 2007 jumlah penderita mencapai 1062,dan 313 diantaranya meninggal.Jawa timur sendiri menempati urutan ke-3 dengan penderita AIDS setelah Papua dan Jakarta.
Allah sendiri sebenarnya telah memperingatkan kita untuk menjauhi hal-hal yang dapat membuat kita bersentuhan dengan si”AIDS” ini.Allah berfirman ,”...sesungguhnya (zina)itu adalh suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”(QS.Al-Isra’:32).
Mengacu pada ayat tersebut,orang yang melakukan zina telah melakukan perbuatan yang keji pada dirinya sendiri,Karena memang dengan berzina kita akan mudah berkenalan dengan AIDS ini yang dapat menjadikan hidup kita sengsara.Selain itu dengan menggunakan narkoba dan pola hidup ala vampire(keluar dan berjoget di malam hari,red) kita akan menjadi manusia yang jauh dari kebahagiaan(idealnya malam hari untuk tidur kan??).Padahal Allah telah menganugerahkan akal untuk kita berpikir mana yang baik dan mana yang buruk untuk kehidupan kita.Berpikir untuk mencari kebahagiaan hakiki di dunia dan akherat.Kelak kita akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan apa yang telah kita perbuat didunia ini.Sebagaimana firman Allah:”Mereka itulah penghuni jannah.Mereka kekal di dalamnya sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan”.(QS Al Ahqaf:14).Marilah kita segera jemput kebahagiaan itu dengan menjauhi AIDS dkk,dan kembali pada hukum Allah secara menyeluruh.

Putri Gita Wijaya