Jumat, 09 Oktober 2009

Ketika Mahasiswa Islam Jauh dari Tuntunan Islam

Satu hal paling urgen yang seringkali dilalaikan oleh banyak manusia adalah tentang hakikat dirinya sebagai seorang hamba Allah Swt.. Manusia acap kali mengabaikan atau bahkan sengaja melupakannya. Dan dari akar masalah inilah timbul berbagai tindakan dosa, maksiat, kejahatan, dan kerusakan dalam kehidupan. Manusia seperti ini hidup dalam kebebasan berbuat dan bereskpresi serta melakukan apapun yang dikehendaki hatinya. Hidup tanpa ada aturan yang jelas. Orang-orang yang seperti demikian telah hilang fungsi akal dan hatinya. Akalnya tidak lagi bisa membedakan antara yang baik dan buruk. Dan hatinya tidak lagi bisa membedakan antara yang benar dan salah.

Allah Swt. telah mengatur kehidupan manusia dalam al-Qur`an dan sunnah Rasulullah Saw.. Manusia yang menyadari dirinya sebagai seorang hamba akan selalu mengikuti petunjuk yang diturunkan Allah Swt. dan diajarkan Rasul Saw.. Hidupnya akan penuh dengan kebaikan dan nilai-nilai manfaat. Manusia seperti demikian adalah orang-orang yang Allah gambarkan sebagai ûlul albâb, orang-orang yang berakal. Sehingga nampak jelaslah adanya perbedaan yang mencolok antara orang-orang yang menjalankan fungsi akal dan hatinya. Dan adanya perbedaan antara orang-orang yang hatinya hidup dengan orang-orang yang hatinya sakit atau telah mati.

Kita sebagai pelajar dan mahasiswa Islam tentu harus lebih cerdas dalam hal ini. Kita telah belajar Al-Qur`an, Hadits, Aqidah, Fiqh dan beraneka ragam ilmu agama lainnya. Dari berbagai pembelajaran tersebut banyak hal yang telah kita pahami dan ketahui. Kita sudah mengenal Allah Swt., sunnah Rasul Saw., aturan-aturan syar`i, dan batas-batas dalam berbuat serta berekspresi. Ada koridor yang harus dijaga dan tidak boleh dilanggar. Kita bukan seperti orang-orang kafir yang boleh berbuat seenak hati, bukan seperti orang-orang awam yang masih dangkal dan jauh pemahaman agamanya. Tapi kita adalah muslim dan penuntut ilmu syar`i.

Sebagai seorang pelajar kita tidak hanya dituntut pintar, menguasai berbagai macam pengetahuan, tapi kita juga dituntut untuk soleh secara pribadi, akhlak, sikap, dan dalam hubungan dengan orang lain. Kesalehan yang mencakup seluruh aspek. Ini yang tidak dipahami dan disadari oleh sebagian pelajar islam. Sehingga kita banyak melihat pelajar islam sering kali melakukan tindakan-tindakan yang tidak layak bagi seseorang yang bergelar pelajar islam.

Contoh yang sering kita lihat adalah pacaran. Pacaran sudah menjadi budaya yang sulit rasanya untuk dihilangkan. Jalan bareng, nelpon tanpa batas waktu dan kata, chating yang berkepanjangan dan sebagainya telah begitu mengakar dalam diri sebagian pelajar islam. Interaksi yang terlalu dekat dengan lawan jenis ketika dalam kegiatan-kegiatan, acara rihlah, bahkan dalam forum-forum keilmuwan dan dakwah juga sering terjadi. Kerusakan moral telah meluas dan semakin parah.

Sebagian muda-mudi ada yang sentimen atau berpandangan negatif pada mahasiswa dan mahasiswi yang menikah ketika masih kuliah. Akan tetapi, apakah mereka tidak risih melihat mahasiswa/i yang pacaran, yang belakangan ini sudah menjadi pemandangan biasa. Seperti , jalan berduaan, makan di restoran berduaan, sehingga kita sangat sulit membedakan mana yang telah menikah dan mana yang belum, karena prilaku mereka seperti orang yang sudah menikah.

Dari segi pakaian, masih banyak kita temukan kaum muslimah yang pakaiannya ketat, transparan atau mengundang perhatian, sedangkan ia belajar di institut pendidikan Islam. Atau mahasiswa yang penampilannya tidak mengesankan dirinya seorang pelajar islam.

Hal lainnya adalah, tidak terjaganya mata, mata yang sering jelalatan dan melihat sesuatu yang akan mengotori hati, pikiran, dan membangkitkan hasrat nafsu birahi. Atau menghabiskan waktu dan hari-hari dengan hiburan-hiburan cengeng, yang membuat seseorang lemah mental dan iman. Hiburan yang tidak membangun jiwa, tidak menambah ilmu dan manfaat, hiburan yang tidak mendekatkan seseorang pada kebaikan dan pada Allah Swt.. Dan banyak hal lainnya yang kalau kita sorot lebih jauh dan mendalam, yang terjadi di lingkungan dan dalam kehidupan seorang manusia muslim dan mahasiswa/i islam.

Setiap orang memang boleh berekspresi, tapi harus diingat ada batasan yang mesti ia perhatikan dan jaga. Bukannya bisa berbuat seenak hati. Kita harus menyadari bahwa diri kita adalah seorang hamba Allah Swt.. Setiap saat Allah Swt. senantiasa melihat, mendengar dan mengetahui kata-kata, perbuatan dan isi hati kita. Kalau hal ini betul-betul kita pahami dengan baik, tentu berbagai kerusakan akhlak, moral, amal, ilmu dan seterusnya tidak akan terjadi dalam kehidupan kita.

Ketika band dijadikan sebagai hiburan oleh para penuntut ilmu agama, timbul pertanyaan, kenapa harus musik band? Apa tidak ada lagi hiburan lain yang lebih manfaat dan lebih pantas diadakan oleh kita selaku penuntut ilmu agama? Kenapa kita seolah-olah meninggalkan al-Qur`an sebagai penghibur hati? Walaupun ada beberapa alasan mereka yang membenarkan musik band, diantaranya adalah ungkapan, "Kan yang penting lirik lagunya islami," akan tetapi dari alasan ini muncul sebuah pertanyaan, apakah mereka yang mendengarkannya merenungi atau menikmati kata-kata yang ada dalam lagu tersebut, atau mereka terhibur adalah semata-mata karena alat musik yang dimainkan? Menurut penulis, masih banyak alternatif lain yang lebih pantas bagi kita sebagai penuntut ilmu syar`i.

Tulisan ini tidaklah bermaksud untuk menyudutkan beberapa pihak, tapi penulis ingin menghimbau pada kita semua untuk sama-sama mengenali hakekat diri kita sebagai seorang manusia, seorang hamba Allah Swt. dan seorang pelajar islam. Sehingga dengan adanya kesadaran yang penuh dalam diri kita akan hal ini, bisa menghantarkan kita semua untuk menjadi pribadi muslim yang soleh dan solehah sebagaimana yang diinginkan Allah Swt.. Kita hidup di dunia hanya sebentar, dan waktu sebentar itu tidaklah tepat kiranya kita gunakan untuk hal-hal yang tidak berguna apalagi untuk hal-hal yang akan mencelakakan kita di akhirat kelak.

Memang setiap kita punya persepsi masing-masing dan setiap individu berhak menentukan sikap dan pilihan terhadap dirinya. Namun alangkah bijaknya kita yang lemah dan tidak tahu ini berkaca pada petunjuk Allah Swt. dan Rasul Saw. dengan pikiran yang jernih dan hati yang bersih. Sehingga nampak jelaslah bagi kita kebenaran dan kemungkaran itu, jelaslah bagi kita jalan mana yang harus kita tempuh dan jalan mana yang harus kita tinggalkan.

Terakhir, semoga pembaca bijak dalam memahami tulisan ini , mengambil sisi positif dan manfaatnya. Dan bila terdapat kesalahan dalam penempatan atau penggunaan kata, terlebih dahulu penulis menyampaikan permintaan ma`af dan mengharapkan perbaikan dari pembaca sehingga diantara kita terbina saling mengingatkan pada kebaikan.

Sabtu, 05 September 2009

Puasa dan Ketaatan Kepada Allah

Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa bagi kaum Muslim. Ghirah keislaman kaum Muslim biasanya meningkat tajam. Inilah momentum untuk melakukan 'taqarrub istimewa' yang bisa menjadikan umat ini menggeliat bangun untuk melanjutkan kembali kehidupan islamnya.

Seorang pegawai negeri sipil disebuah instansi pemerintah tiba-tiba menjadi alim saat Ramadhan. Demikian juga kalau kita lihat muda-mudi yang biasanya bergandengan tangan kesana-kemari seolah hilang meski tak semuanya. Mereka seolah baru menyadari kalau perbuatannya berdosa sehingga tidak boleh dilakukan pada bulan Ramadhan.

Masjid-masjid, mushola-Mushola menjadi ramai pada malam hari. Antusiasme kaum Muslimin begitu luar biasa saat bulan Ramadhan, mereka berbondong-bondong mendatangi masjid-majid, mushola-musholla dengan pakaian khas mereka. yang pria pakai baju koko dan yang wanita berkerudung. Artis-artispun sepertinya tak mau ketinggalan mereka merubah penampilan mereka total dari perilaku biasanya. Mereka yang sebelumnya berjingkrak-jingkrak dan suka ngakak mendadak menjadi alim. Kemanapun mereka disorot kamera, seolah pingin menonjolkan kealimannya dihadapan umum. Anak-anak yatim mereka undang untuk berbuka puasa di rumah mereka. Kadangkala merekapun menyempatkan diri mendatangi panti asuhan untuk menyampaikan sumbangan. "Di bulan Ramadhan saya sering menyumbang, bersedekah bahkan tampil sebagai pengisi acara Ramadhan. Di luar Ramadhan saya kembali bergabung bersama teman-teman yang lain" kata artis.

Para pejabat tinggi negarapun demikian mereka jadi gemar menyambangi masjid dan tempat ibadah. Mereka mereka menyediakan makan bagi karyawannya untuk berbuka bagi mereka yang harus melewati maghrib di kantor, sekaligus berbuka bersama. Ini adalah hal yang jarang terjadi ketika bulan-bulan biasa.

Mal-mal dan pusat perbelanjaan tak ketinggalan. Mereka memutar lagu-lagu bernuansa Islam. Pajangan-pajangan seronokpun disingkirkan diganti dengan pajangan khas Ramadhan dan menyambut lebaran.

Suasanan Ramadan kian semarak ketika setasiun-stasiun televisi menayangkan tayangan-tayangan yang bernuan Islam. Ramadhan menjadi salah satu acara yang dikemas sedemikian rupa oleh stasiun televisi untuk mendatangkan iklan, semata-mata untuk mendatangkan keuntungan di tengah suasana ibadah.

Walhasil, nuansa Ramadhan demikian terasa mewarnai negeri yang mayoritas Muslim terbesar di dunia. Ramadhan menjadi kesempatan setahun sekali yang begitu penting. seolah tak ada yang mau ketinggalan dengan suasana Ramadhan ini.

Bulan Ramadhan mampu mengubah persepsi dan perilaku seorang Muslim sedemikian rupa Orang fasik menjadi malu menampakkan kefasikannya. Orang munafik menjadi enggan mempertontonkan kemunafikannya. Orang zalimpun mengurangi intensitas kezalimannya. sebaliknya orang salih makin bersemangat dan meningkatkan amal baiknya lebih daripada bulan-bulan lainnya.

Ramadhan mampu menciptakan atmosfer keimanan yang kuat, suasana kebaikan, dan perasaan yang peka terhadap ajaran-ajaran Islam. Pada bulan itu kaum Muslim mampu bersatu, serentak menunaikan perintah Allah yang berkaitan dengan ibadah shaum; shaum pada hari yang sama dan berbuka (i'd) pada hari yang sama; mampu menahan tidak makan, tidak minum, menahan hawa nafsu; sanggup menjalankan ibadah-ibadah nafilah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah; bersedia berkorban lebih besar dan lebih banyak dalam bidang harta benda; dan banyak lagi.

Kehilangan Makna

Di tengah antusiame kaum Muslim menjalankan ibadah puasa ada anomali yang muncul. Ramadhan menjadi alasan untuk tidak bekerja maksimal. Banyak orang menjadi malas dan loyo dalam bekerja. Produktivitas menurun.

Ini membuktikan, disadari atau tidak, apa yang terjadi selama bulan Ramadhan ini belum menjadi sebuah sepirit luar biasa bagi kaum Muslim dalam melakukan perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik pada masa-masa berikutnya. Ramadhan hanya 'disyiarkan' pada waktu bulan tersebut saja. Setelah bulan itu berlalu, kehidupan kembali seperti semula, seolah tidak ada bekas sedikitpun dari Ramadhan kali ini.

Ini bisa terjadi karena ada pemahaman yang keliru di tengah masyarakat. Ramadhan dijadikan bulan suci yang harus dihormati, bukan bulan yang harus dijadikan tempat untuk berbenah diri menghadapi masa berikutnya, jadi fokusnya adalah bagaimana menghormati bulan itu dengan aktivitas yang baik ala kadarnya. Akibatnya, tidak ada pengaruh yang signifikan antara puasa dan perubahan perilaku.

Pemahaman ini muncul bisa jadi karena banyak kaum Muslim tidak memahami hakikat puasa Ramadhan ini. Kalaupun mereka tahu tentang puasa, sifatya dangkal. Tidak aneh bila puasa pada bulan berkah ini muncul sebagai rutinitas tahunan. Bisa jadi banyak orang beramal karena pengaruh lingkungan sekitarnya, bukan karena kepahamannya terhadap perintah Allah tersebut. Ibaratnya, puasa Ramadhan adalah tren. Akhirnya puasa itu sekedar ibadah ritual sehingga kehilangan ruhnya. Tak mengherankan bila puasa hanya berpengaruh terhadap individual semata dan itu hanya terjadi pada saat puasa.

Kenyataan ini tidak lepas dari sekulerisasi yang melanda umat Islam. ibadah, termasuk puasa, dipandang hanya sebagai ritual semata yang tidak terkait dengan perilaku hidup lainnya yang lebih luas.

Dilihat dari upaya mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah), semangat itu ada di kalangan kaum Muslim. Namun, dengan proses sekulerisasi, pendekatan diri kepada Allah ini sifatnya menjadi sangat terbatas pada individu dan tidak berpengaruh terhadap lingkungan di luar dirinya; seolah pendekatan diri itu cukup hanya dengan ibadah mahdlah saja. inilah buah dari ketiadaan pemahaman yang komprehensif tentang makna taqarrub illa Allah

Puasa dan Ketaatan

Secara fiqh, puasa adalah menahan diri dari makan dan minum serta hal-hal yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Inilah yang menjadi pemahaman umum di tengahmasyarakat. Walhasil. dampaknya sangat material dan inderawi belaka.

Padahal kalau kita meyimak hadits Rasulullah saw., ada makna yang lebih dalam dari sekedar menahan makan dan minum belaka. Nabi saw. bersabda, "Barang orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika ia berjumpa dengan Tuhannya." (HR al-Bukhari dan Muslim).

Ada juga hadits lain dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, "Puasa itu bukanlah semata-mata menahan diri makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari perbuatan yang sia-sia dan keji. Jika ada orang yang mencelamu atau berbuat jahil kepadamu maka katakanlah, 'Aku sedang puasa, aku sedang puasa." (HR Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim dengan sanad sahih)

Hadit-hadits diatas menunjukkan bahwa puasa tidak hanya menahan diri dari makan, minum dan jimak tetapi juga meninggalkan berbagai kemaksiatan, baik itu mata, tangan, kaki ataupun hatinya. Pendek kata kita melakukan aktivitas pengendalian diri sesuai dengan aturan Allah SWT.

Oleh karena itu, orang yang sukses dalam puasanya akan menyadari keberadaan dirinya di dunia bahwa ia hanyalah makluk dan harus tunduk dengan aturan-aturan Allah. Dengan kesadaran tersebut, kita harus rela menanggalkan hawa nafsunya dan kembali pada jatidirinya sebagai hamba yang diberi amanah oleh penciptanya. Amanah itu adalah senantiasa mengatur kehidupan ini dengan ketentuan Allah. bukan hawa nafsunya yang dikedepankan.

Rasulullah saw bersabda. "Banyak orang yang berpuasa di mana bagian dari puasanya hanyalah rasa lapar dan dahaga." (HR Ibnu Majah dengan sanad yang shahih).

Buah dari Puasa

Puasa Ramadhan sebulan lamanya semestinya membawa perubahan yang luar biasa kepada semua orang yang melaksanakannya. Betapa tidak. Mereka telah berlatih untuk menahan nafsunya sehingga tidak berani sedikitpun melanggar ketentuan Allah. Kalau mereka telah berhasil menahan diri dari dari hal-hal yang sebenarnya di luar Ramadhan halal, seharusnya mereka lebih bisa lagi untuk menahan diri dari hal-hal yang dilarang oleh-Nya.

Idealnya pasca Ramadhan lahir sebuah tatanan baru yang dipenuhi dengan suasana keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT; bukan sebaliknya, hadir kembali suasana kerusakan seolah Ramadhan tidak pernah ada.

Oleh karena itu, saatnya puasa Ramadhan kali ini menjadi momentum bagi seluruh Muslim untuk meningkatkan kedekatannya kepada Allah SWT dalam arti sebenarnya. Puasa adalah taat syariah. Hasilnya akan terlihat ketika Ramadhan telah berlalu. Akankan kita semakin taat? kalau kian taat berarti puasa Ramadhan kita sukses. Sebaliknya, kalau tidak ada dampaknya berarti kita rugi menjalankan puasa. kalau setelah Ramadhan bertambah buruk berarti itu celaka.

Seorang Muslim yang baik tidak 'bermetamorfosis' menjadi 'orang baik-baik lagi salih' pada bulan Ramadhan, namun enggan melanjutkan perubahan itu di luar bulan Ramadhan.

Walhasil, Jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk melakukan perubahan secara mendasar terhadap seluruh aspek kehidupan, baik kehidupan individu maupun kemasyarakatan dan negara melalui ketaatan kita kepada Allah. Saatnya kita bangkit dengan menguatkan kembali kedekatan kita kepada Allah pada bulan yang penuh berkah dan ampunan ini menuju terwujudnya 'izzul Islam wal Muslimin

(Mujianto)

Selasa, 07 Juli 2009

PEMIMPIN DALAM PANDANGAN ISLAM

Pemimpin bukan seorang penguasa, karena penguasa cenderung mengeksploitasi kekayaan negeri untuk kepentingan pribadi. Pemimpin bukan pemerintah, karena pemerintah cenderung menganggap rakyat sebagai jongos. Saya masih ingat Syaikh Muhammad Abduh seorang pemikir muslim terkemuka pernah mengatakan:

“Al amiiru laa man qaada biawaamirihii, bal man qaada bi afa’aalihii (pemimpin bukan seorang yang memimpin dengan perintah-perintahnya, melainkan yang memimpin dengan perbuatannya)”.

Pemimpin bukan raja, karena raja cenderung hanya mengurus dirinya dari pada rakyatnya. Raja lebih identik kepada pemilik kerajaan dan kekayaan yang ada di dalamnya, sementara rakyat hanya budak yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa.

Pemimpin dalam Islam adalah seorang pelayan. Karenanya ia bukan kemulyaan (tasyriif) melainkan tugas dan beban (takliif). Dalam Al Qur’an Allah subhaanahuu wata’aala menggunakan istilah khalifah, yang artinya wakil. Maksudnya adalah seorang yang mewakili Allah di bumi untuk melaksanakan segala aturan dan hukum-hukumNya. Berdasarkan makna ini maka seorang pemimpin yang tidak ikut Allah tidak pantas diberi gelar khalifah. Bila seorang pemimpin mewakili Allah, otomatis ia pasti akan mewakili rakyatnya. Sebagai wakil rakyat maka tidak akan pernah mendhalimi mereka.

Namun akhir-akhir ini pemimpin dalam arti sebagai pelayan kurang ditonjolkan. Sehingga rakyat yang sebenarnya memegang posisi paling tinggi malah direndahkan. Sementara para pemimpin justeru sibuk memperkaya diri di atas penderitaan rakyatnya. Berbagai janji digelar menjelang pemilihan umum, bahkan tidak sedikit yang secara diam-diam membeli dukungan dengan harga yang tidak tanggung-tanggung. Namun begitu kepemimpinan diraih, janji hanya menjadi janji, dan rakyat terus mengalami penderitaan.

Sungguh tidak mungkin rakyat menemukan ketenangan di bawah naungan seorang pemimpin pembohong. Rakyat tidak membutuhkan janji-janji palsu. Rakyat memilih karena mereka tulus menginginkan kebaikan. Tetapi di manakah kini pemimpin yang benar-benar jujur. Pemimpin yang takut kepada Allah, sehingga amanah yang dipikulnya dilaksanakan secara maksimal.

Lihatlah Rasulullah sallallhu alaihi wa sallam, ketika memimpin. Bagaimana ia telah berhasil membangun persaudaraan, sehingga semua merasa aman di bawah kepemimpinannya. Belum pernah ada cerita bahwa seorang Yahudi atau Nasrani didzalimi pada zamannya. Bahkan yang sering kita dapatkan adalah kisah bagaimana Rasulullah sallallhu alaihi wa sallam selalu memberikan makan kepada seorang Yahudi yang buta, membela hak-hak mereka, sepanjang mereka tidak melakukan pengkhianatan. Bukan hanya ini, Rasulullah sangat tegas menegakkan aturan. Diriwayatkan bahwa beliau pernah bersabda: ”Law anna faatimata binti Muhammad saraqat la qatha’tu Yadahaa (bila Fatimah putri Muhammad mencuri, maka akan aku potong tangannya)”.

Contoh lain lagi tercermin pada kepemimpinan Abu Bakar Ash shiddiq radhiyallahu anhu yang penuh dengan ketegasan dalam menjaga agama. Sekecil apapun yang merongrong agama, segera di atasi oleh Abu Bakar sedini mungkin. Itu nampak ketika Abu Bakar memerangi orang-orang yang menolak zakat. Abu Bakar berkata: ”Lauqaatilanna man yumayyizu bainash shalaati waz zakaati (akan aku perangi orang-orang yang membedakan antara shalat dan zakat)”.

Abu Bakar memang secara fisik kurus, tidak segagah Umar bin Khaththab, tetapi dari segi ketegasan dan keberanian dalam mengambil keputusan, Abu Bakar lebih kuat. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam menentukan arah orientasi kepemimpinan yang penuh dengan tantangan internal maupun ekternal bangsa sangat dibutuhkan kepemimpinan yang tegas dan berani seperti Abu Bakar.

Umar bin Khaththab hadir dalam kancah kepemimpinan Islam dengan pola yang lain lagi. Diriwayatkan bahwa Umar, masih makan roti kering dan memakai baju yang penuh tambalan, justeru di saat ia mencapai puncak keemasan. Setiap malam Umar keliling dari rumah ke rumah, membantu orang-orang yang lumpuh. Umar juga sempat membelikan kebutuhan sehari-hari bagi para janda yang suaminya gugur di medan tempur.

Dikisahkan bahwa suatu malam Umar keliling mengecek kondisi rakyatnya. Dari jauh nampak ada sebuah lampu menyala. Begitu Umar mendekatinya, terlihat seorang ibu sedang masak dan di sampingnya anak-anak kecil sedang menangis. Ketika Umar bertanya, sang ibu menjawab: ”Anakku sedang lapar, dan aku memasak batu, supaya anakku tenang.” Mendengar hal itu, Umar langsung mengambil bahan bakanan dan menggendongnya sendiri dari Baitul Maal di malam itu juga. Bahkan Umar sendiri langsung memasaknya.

Perhatikan betapa sampai sedetil ini Umar menyadari hakikat tanggung jawab kepemimpinan. Selain itu, suatu hari Umar pernah berkata: ”Lain nimtunnahaar dhayya’turra’iyyah wa lain nimtullail dhayya’tu nafsii (bila aku tidur di siang hari, aku telah abaikan rakyatku, dan bila aku tidur di malam hari aku telah abaikan diriku sendiri)”.

Suatu ungkapan yang pantas dijadikan pedoman dan ditulis dengan tinta emas oleh setiap pemimpin. Wallahu a’lam bishshwab.

Sumber : (mujianto.blog)

Kamis, 23 April 2009

Solusi Tepat Problematika Umat

Masih terekam kuat di benak kita apa yang dialami kaum muslimin di berbagai negeri berupa fitnah dan musibah. Penindasan dan perampasan wilayah oleh kaum kafir atas kaum muslimin di Afghanistan, Palestina, Filipina, Bosnia, Cheznya dan negeri lainnya serta musibah banjir, tsunami dan semisalnya. Demikian pula halnya dengan bangsa dan kaum muslimin di Indonesia pada saat ini mendapat musibah yang menyesakkan, chaos, kesempitan, kekurangan, problem hukum, keamanan, pemerintahan, serta krisis ekonomi yang berkepanjangan. Artikel ini membahas solusi syar'i yang telah Allah dan Rasul-Nya jelaskan dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits untuk masalah-masalah diatas.

Musibah dan problematika yang menghantam suatu negeri adalah suatu kemestian yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan ketetapan ini berlaku untuk setiap negeri yang diutus padanya seorang rasul. Allah SWT menjelaskan dalam salah satu ayatnya:Dan tidaklah Kami mengutus seorang Nabipun kepada suatu negeri (lalu penduduknya mendustakan Nabi itu), melainkan akan kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri. (Al-A’raf: 94)

Dan masih terekam kuat di benak kita apa yang dialami kaum muslimin di berbagai negeri berupa fitnah dan musibah. Penindasan dan perampasan wilayah oleh kaum kafir atas kaum muslimin di Afghanistan, Palestina, Filipina, Bosnia, Cheznya dan negeri lainnya serta musibah banjir, tsunami dan semisalnya. Semuanya itu tidak lepas dari ketetapan Allah SWT di atas. Demikian pula halnya dengan bangsa dan kaum muslimin di Indonesia pada saat ini mendapat musibah yang menyesakkan, chaos, kesempitan, kekurangan, problem hukum, keamanan, pemerintahan, serta krisis ekonomi yang berkepanjangan.

Namun demikian, tidaklah Allah SWT menetapkan suatu ketentuan melainkan dengan sebab. Maksudnya Allah tidak akan menimpakan suatu malapetaka pada suatu negara melainkan dengan sebab. Jika kita mau adil dan jujur dalam mengoreksi kehidupan kita dan kaum muslimin pada umumnya, maka kita akan menemukan faktor utama penyebab realita ini. Allah SWT berfirman: Katakanlah (wahai Muhammad): Jika bapak-bapak kalian, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kalian usahakan, dan perdagangan yang kalian khawatirkan kebangkrutannya serta rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan rasul-Nya dan (dari) jihad fi sabilillah, tunggulah hingga Allah timpakan adzabnya, dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (At-Taubah: 24)
Ibnu Katsir berkata: Jika semua perkara ini lebih kalian cintai daripada Allah dan rasul-Nya (tunggulah), yakni tunggulah adzab apa yang akan ditimpakan oleh Allah kepada kalian.

Rasulullah SAW pun telah mensinyalir akan adanya musibah yang akan menimpa kaum muslimin yang tidak patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, beliau bersabda: Apabila kalian telah berjual- beli dengan ‘inah (riba), memerintah dengan diktator, cinta kepada pertanian (dunia), dan kalian meninggalkan jihad fi sabilillah, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian dan tidak akan menghilangkannya sampai kalian kembali kepada agama kalian.

Perhatikanlah, Allah SWT dan Rasulullah SAW telah menegaskan faktor utama yang menyebabkan musibah ini adalah karena mereka telah meninggalkan agama mereka, karena mereka terlalu mencintai dunia, dan kenyataannya memang demikian. Kehinaan yang dialami oleh umat Islam adalah karena umat Islam telah melalaikan agama mereka dan hanya menjadikannya sebagai identitas belaka.

Sabda Nabi SAW: Apabila kalian telah berjual- beli dengan ‘inah mengisyaratkan salah satu jenis mu’amalat yang mengandung riba dan mengakal-akali syari’at. Kita lihat berapa banyak kaum muslimin pada saat sekarang ini yang tenggelam dalam riba dengan segala macam bentuknya. Bahkan sebagian sengaja mengakal-akali agar tidak terkesan riba.
Kemudian sabdanya SAW: memerintah dengan diktator, cinta kepada pertanian, yakni cinta kepada dunia dan condong kepadanya serta tidak mempedulikan dan mengabaikan syari’at beserta hukum-hukumnya.

Sabda beliau SAW: dan kalian meninggalkan jihad merupakan akibat cinta dunia. Dan ini tidak berarti hanya jihad saja, melainkan termasuk juga kewajiban-kewajiban syari’at yang lain. Maka berapa banyak kaum muslimin sekarang ini yang meninggalkan shalat, zakat, shaum, dan lainnya tanpa merasa bersalah dan berdosa bahkan melakukannya dengan sengaja.

Apabila kaum muslimin telah berada dalam keadaan seperti itu maka ditimpakanlah kepada mereka apa yang berhak ditimpakan. Dan jadilah mereka dalam keadaan hina diliputi fitnah dan musibah. Teranglah sekarang bahwa berbagai musibah -baik yang menimpa pribadi maupun masyarakat- berupa kesempitan, kekurangan, krisis moneter atau kekacauan, itu semua disebabkan maksiat mereka kepada Allah, mengabaikan perintah-perintah-Nya, serta lalai dan lengah terhadap syari’at-Nya, sehingga mereka menggunakan hukum selain hukum Allah. Padahal Allah lah yang menciptakan mereka. Allah lebih sayang kepada mereka daripada sayangnya orangtua kepada anaknya, dan Allah lebih tahu tentang mashlahat mereka daripada mereka sendiri.

Kebanyakan manusia menyandarkan segala musibah, baik krisis moneter atau chaos keamanan dan politik kepada sebab-sebab materi semata. Tidak diragukan lagi bahwa ini menunjukkan kedangkalan pemahaman mereka, kelemahan iman dan kelalaian mereka mengkaji Al-Qur’an dan sunnah rasul-Nya SAW. Sesungguhnya di balik sebab-sebab materi ada sebab-sebab syar’i yang lebih besar dan lebih kuat pengaruhnya. Sebab-sebab materi hanya merupakan akibat dan konsekuensi logis dari sebab-sebab syar’i. Allah berfirman: Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (A-Ruum: 41)

Maka apabila penduduk suatu negeri telah tenggelam dalam perbuatan dosa (kemaksiatan) dan kezhaliman, baik itu amalan bid’ah atau (bahkan) syirik dan kekufuran, akan ditimpakanlah malapetaka yang tidak akan dicabut sampai hilang penyebabnya. Terlebih lagi apabila manusia mendustakan ayat-ayat Allah, tidak mau beriman kepada para nabi dan rasul yang Allah utus, dan tidak pula beriman dengan syari’at yang didakwahkan para nabi dan rasul.
Nyatalah bahwa yang menjadi penyebab semua itu adalah karena mereka telah berpaling dari agamanya (Islam). Mereka telah menjadikan dunia lebih dicintai daripada Allah dan rasul-Nya. Mereka meninggalkan kewajiban-kewajiban agama dan melanggar larangan-larangan Allah SWT.

Jauh-jauh sebelumnya Rasulullah SAW telah menengarai hal tersebut dan beliaupun telah memberikan solusinya. Dalam hadits Ibnu Umar di atas dinyatakan bahwa kehinaan yang diderita kaum muslimin tidak akan dicabut sampai mereka kembali kepada agamanya (Islam). Maka jalan keluar dari semua ini adalah kembali kepada Islam. Dimulai dengan taubat menyesali segala dosa yang telah dilakukan kemudian mempalajari Islam dengan benar dan mengamalkan serta menerapkannya dalam kehidupan.

Oleh karena itu, langkah awal dalam upaya mengatasi problematika ini adalah introspeksi diri; dosa apa yang pernah dilakukan? Dengan demikian hendaknya setiap individu harus segera bertaubat dengan taubat nashuha dan memohon ampun kepada Allah atas dosa yang pernah ia lakukan. Hendaklah bertaubat dari semua dosa baik yang kecil ataupun yang besar, yang diketauhi (disadari) ataupun yang tidak.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah mengungkapkan, Tidak diragukan lagi bahwa musibah ini dan yang lainnya mengharuskan hamba segera bertaubat kepada Allah SWT dari segala keharaman Allah yang dilanggarnya. Bersegera untuk melakukan keta’atan dan berhukum dengan syari’at-Nya, tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa dan saling menasihati dengan kebenaran dan kesabaran. Apabila hamba telah bertaubat kepada Rabbnya, tunduk kepada-Nya, dan bersegera menuju apa yang diridlai-Nya, tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, serta memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, maka Allah akan memperbaiki keadaan mereka. Allah akan melindungi mereka dari kejelekan musuh-musuhnya, memberikan mereka kekuasaan di muka bumi, menolong mereka mengalahkan musuh-musuhnya, mencukupkan nikmat-Nya atas mereka dan memalingkan (mencabut) adzab-Nya.

Ada sebagian orang di sana yang memiliki ghirah (semangat) yang besar yang menghendaki kemuliaan dan kejayaan Islam -alhamdulillah-, namun sangat disayangkan karena kejahilan pada diri mereka akhirnya berbicara dan bertindak serampangan. Mereka merasa solusi yang diberikan oleh Rasulullah SAW tidak lagi relevan. Mereka meyakini bahwa sebab utama bukanlah seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an dan dipaparkan dalam sunnah Nabi SAW. Merekapun mempersulit diri dengan mereka-reka dan mencari solusi yang paling tepat untuk diterapkan. Mereka menyebarkan talbis (pengkaburan) terhadap solusi Qur’ani dan Nabawi serta menebarkan pemahaman busuk kepada masyarakat. Di antaranya mengatakan bahwa faktor utama hinanya umat Islam dan penindasan serta penjajahan orang-orang kafir terhadap kaum muslimin adalah karena umat Islam hanya sibuk dalam urusan fikih ibadah sehingga tertinggal dalam urusan teknologi dan tidak tahu waqi’ (wawasan).
Maka Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menanggapi fenomena ini dengan menyatakan: Satu perkara yang sangat penting untuk dijelaskan di sini adalah kehinaan yang dialami oleh sebagian kaum muslimin dan penjajahan orang-orang kafir -termasuk Yahudi- terhadap sebagian negeri muslimin, bukanlah disebabkan karena mereka tidak tahu fiqhul waqi’ (wawasan) atau karena mereka tidak tahu rencana-rencana makar orang-orang kafir tersebut.
Kemudian beliau melanjutkan, Sesungguhnya sebab yang mendasar terjadinya kehinaan pada sebagian kaum muslimin adalah;
1.Karena kaum muslimin tidak mengenal lagi Islam yang diturunkan oleh Allah kepada nabi-Nya SAW.
2.Sebagian besar kaum muslimin yang tahu tentang Islam tidak mau mengamalkannya bahkan mengabaikan dan menyia-nyiakannya.

Oleh karena itu kunci agar kejayaan Islam terwujud kembali adalah dengan mempelajari ilmu yang bermanfaat serta mengamalkannya. Dan perkara yang sangat mulia ini tidak akan terwujud kecuali jika mengamalkan manhaj tashfiyah wat tarbiyah (pemurnian dan pendidikan). Kedua hal tersebut merupakan kewajiban yang besar.
Pertama: Memurnikan aqidah Islam dari kesyirikan, penentangan terhadap sifat-sifat Allah dan penta’wilannya, penolakan hadits-hadits shahih yang berkaitan dengan aqidah dan lainnya. Memurnikan fiqih Islam dari ijtihad-ijtihad yang salah, yaitu yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah, memerdekakan akal dari unsur taklid dan ta’ashshub. Memurnikan kitab-kitab tafsir, fikih, raqaiq dan lainnya dari hadits-hadits dla’if dan maudlu’, israiliyyat dan munkar.
Kedua: Mendidik generasi Islam di atas agama Islam yang telah dimurnikan tadi, dengan pendidikan Islam yang benar semenjak usia dini yang tidak terpengaruh oleh pendidikan model barat yang sarat kekufuran.
Inilah satu-satunya jalan yang telah ditegaskan oleh banyak nash dari kitab dan sunnah, seperti firman Allah SWT:
Jika kalian membela agama Allah, maka Allah akan menolong kalian dan mengkokohkan kedudukan kalian. (Muhammad: 7)
Dan sudah disepakati oleh para ulama bahwa makna: Jika kalian menolong agama Allah, adalah jika kalian mengamalkan apa yang Allah perintahkan niscaya Allah akan menolong kalian atas musuh-musuh kalian. Kemudian di antara nash yang menguatkan makna tersebut dan sangat sesuai dengan kenyataan kita sekarang ini adalah (hadits) yang menggambarkan penyakit berikut obatnya sekaligus (yakni hadits Ibnu Umar di atas).

Dengan demikian, solusi untuk keluar dari kenyataan pahit ini adalah dengan merealisasikan firman Allah SWT: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka berusaha untuk mengubah keadaan mereka sendiri. (Ar-Ra’du: 11)
Yaitu setiap muslim kembali kepada agamanya dengan mempelajari Islam dengan benar. Islam yang telah dimurnikan dari segala kotoran baik kesyirikan ataupun kebid’ahan. Kemudian mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya itu dengan ikhlas mengharap ridla Allah SWT semata, berpegang teguh dengan syari’at-Nya, serta merealisasikan dalam kehidupannya.

Demikianlah karena mentauhidkan Allah SWT serta beriman kepada rasul-rasul-Nya, menta’ati-Nya dan juga menta’ati rasul-Nya, berpegang teguh dengan syari’at-Nya dan menyeru manusia mengikutinya serta mengingkari orang-orang yang menyelisihinya adalah merupakan sebab segala kebaikan di dunia dan di akhirat. Semuanya merupakan sebab kekokohan, saling menasihati dan saling menguatkan, yang membawa kepada kemualian di dunia dan di akhirat, selamat dari hal yang tidak didinginkan, serta tegar dan terlindung dari segala cobaan (fitnah).

Allah berjanji kepada orang yang beriman di antara kalian dan beramal shalih akan menjadikannya khalifah (pemimpin) di bumi, sebagaimana orang-orang sebelum mereka dan akan mengokohkan bagi mereka agama yang Allah ridlai, serta akan menggantikan rasa takut mereka dengan rasa aman. (An-Nur: 55)
Inilah janji Allah yang sangat besar. Mudah-mudahan Allah segera mengeluarkan kita dari problematika umat ini serta menjadikan kita termasuk yang mendapatkan dan merasakan janji Allah tersebut. Amin ya Mujibas Saailin

[Kontributor : Umar Munawwir, 10 April 2003

Selasa, 24 Maret 2009

Isu Kiamat 2012, dan Bagaimana Hadis Rasulullah Menjelaskannya

Belakangan ini beredar sebuah isu akan datangnya hari kiamat pada tahun 2012. Saya membaca di http://www.kompas.com. Memang isu tentang hancurnya dunia (kiamat) bukan kali ini saja muncul, sudah berulang kali isu tersebut berhembus di kalangan masyarakat yang mengakibatkan resah.


Manusia boleh saja meneliti dengan menggunakan ilmu pengetahuan, namun perlu di ingat bahwa datangnya hari kiamat tidak ada yang mengetahui kecuali Alloh SWT. Menurut saya manusia hanya bisa mengetahui tanda-tandanya saja namun tidak bisa memastikan kapan tepatnya datangnya hari kiamat.

Untuk itu kita harus mengenali tanda-tanda akhir zaman supaya tidak terjebak dengan isu-isu yang sangat meresahkan tersebut.

Kapan akhir zaman itu tiba ?
Semenjak diutusnya Muhammad bin Abdullah menjadi Nabi, Allah Subhaanahu wa ta’ala sudah menvonis bahwa ummat beliau adalah ummat akhir zaman. Jadi pengertian akhir zaman itu sudah sejak diutusnya Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam (Saw) yang merupakan Nabi terakhir. Kenyataan bahwa kita adalah ummat akhir zaman menunjukkan bahwa kita saat ini hidup di akhir zaman.

Menurut hadits shahih, masa akhir zaman ini terbagi menjadi lima : Pertama, masa kenabian, saat Rasulullah masih hidup. Kedua, masa Khulafaur Rasyidin, mulai Abubakar, Umar, Usman, dan Ali. Ketiga, masa raja-raja menggigit (maalikan ‘adhan), yaitu masa setelah wafatnya Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu sampai runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyah (1924). Keempat, masa maalikan jabariyan (penguasa diktator). Kelima, masa kembalinya sistem khilafah.

Sekarang kita hidup di masa yang mana ?

Sekarang masa penguasa diktator, dan sedang panas-panasnya. Ummat Islam sedang kalah. Tetapi itu memang sudah sunatullah, bahwa ada kalanya menang, ada kalanya kalah. Kita pun harus optimis, akan tiba waktunya ummat Islam memperoleh kemenangan.

Kelak penguasa diktator itu bisa dikalahkan kaum Muslimin? Begitulah menurut hadits. Kita akan berperang melawan Yahudi, dan Yahudi akan hancur. Yahudi akan diburu sampai manapun, sampai-sampai pohon dan batu pun bicara, “Hai kaum Muslimin, di belakangku ada Yahudi yang bersembunyi!” Kecuali pohon gharqad (semacam kaktus) yang merupakan pohon Yahudi. Jangan heran, sekarang pohon gharqad itu banyak ditanam oleh orang-orang Israel, untuk berlindung dari serangan kaum Muslimin.

Yang dimaksud Yahudi itu khusus di Israel atau juga termasuk di Amerika Serikat (AS)? Yang pasti Yahudi Israel. Kalaupun kemudian Yahudi-Amerika pindah ke Israel, wallahu a’lam. Dan Yahudi yang pindah ke Israel itu berarti menyatakan diri sebagai musuh ummat Islam.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan, sebelum akhir zaman tiba, kaum Muslimin akan berdamai dengan Bangsa Rum. Siapa yang dimaksud Rum itu? Saya cenderung menafsirkan Bangsa Rum adalah Eropa. Alasannya bersifat historis. Ummat Islam atau Bangsa Arab diapit oleh dua peradaban besar, yaitu peradaban Barat (Romawi) dan Timur (Persia). Peradaban Barat dipengaruhi oleh tadisi-tradisi ahli kitab (Yahudi maupun Nasrani). Timur dipengaruhi oleh kemusyrikan dan paganisme.

Memang, sekarang ada perluasan akibat globalisasi. Pengertian Timur tidak lagi hanya Persia, tetapi juga China, India, dan lainnya. Mereka kategorinya bukan ahli kitab tetapi disebut al-Adyaan al-Ardhiyah atau agama-agama bumi yang banyak sekali dan didominasi paganisme.

Apakah sekarang perdamaian itu sudah berlangsung?

Sekarang sedang berjalan, meski semu. Kenapa? Karena yang kini memimpin dunia bukan amiirul mu’miniin. Pemimpinnya adalah kalangan Rum, yang mengandalkan tradisi yang campur aduk dengan kebatilan sehingga muncul kezhaliman dan ketidakadilan. Jadi, perdamaian yang sekarang terjadi lebih tepat diartikan sebagai “kesepakatan untuk tidak berperang”. Ini terjadi sejak berakhirnya penjajahan resmi oleh Bangsa Rum terhadap negeri-negeri kaum Muslimin.

Tampaknya ada kontradiksi. Kaum Muslimin berdamai dengan Bangsa Rum, tetapi saat ini Rum justru dekat dengan musuh abadi ummat Islam yaitu Yahudi? Bukan dekat, tetapi pengertian tentang Bangsa Rum sendiri memang sudah campur aduk. Ada Nasrani dan Yahudi-nya sehingga sering disebut Judeo-Christian civilization (peradaban Yahudi-Nasrani).

Ada pula hadits yang menyatakan, di akhir zaman, Iraq akan diboikot oleh Bangsa Rum. Itukah yang terjadi saat ini? Ya, sudah dan sedang berjalan.

Apa yang akan terjadi setelah itu?

Kalau mau dirangkai secara kronologis, cukup sulit ya. Tetapi di antara tanda-tanda menjelang batas akhir tanda kecil adalah mengeringnya sungai Eufrat dan ditemukannya gunung emas di bawah sungai itu. Nanti akan berduyun-duyun pasukan dari berbagai bangsa
untuk memperebutkan emas itu. Setiap seratus manusia datang, 99 diantaranya tewas karena berebut emas. Dan Rasulullah SAW melarang kaum Muslimin ikut dalam perebutan itu.

Apakah itu berupa serangan AS dan sekutu nya terhadap Iraq, seperti yang terjadi beberapa saat lalu? Kalau itu berebut minyak atau emas hitam. Jadi kelak akan ditemukan emas dalam arti yang sebenarnya, bukan emas hitam? Saya meyakini itu memang emas yang sebenarnya. Isyarat Nabi tidak cuma bersifat maknawi tapi juga hakiki. Seperti isyarat akan munculnya Imam Mahdi, saya yakin itu bukan kiasan. Sosok Imam Mahdi memang ada. Begitu juga hadits tentang Dajjal. Dajjal adalah oknum atau person. Saat ini oknum Dajjal belum muncul, meskipun system dajjal sudah bisa kita rasakan.

Apa sistem dajjal itu?

Sistem dajjal adalah sistem kepalsuan, seperti yang berlaku sekarang ini. Orang menyebutnya sebagai The New World Order (Tata Dunia Baru), meskipun kenyataannya malah tidak ada tatanan. Yang disebut pejuang hak asasi manusia justru mereka yang sebenarnya teroris. Sedangkan mereka yang dituduh teroris justru sebenarnya orang yang mulia di mata Allah SWT.

Apakah yang Anda maksud dengan sistem dajjal itu adalah tatanan kehidupan yang kini dikomandani oleh AS? Ya. Itu tercermin dalam lembaran uang satu dollar AS. Bagian depan uang itu bergambar Presiden AS pertama George Washington, bagian belakang bergambar piramid yang terpotong. Letak gambar piramid ada di belakang, sebagai isyarat bahwa di belakang AS itu ada kekuatan lain. Di atas pyramid ada segitiga bergambar mata satu. Di atasnya ada tulisan annuity coeptis (semoga dia senang dengan proyek ini). “Dia” yang dimaksud adalah si Mata Satu. Di bawahnya ada tulisan novus ordo seclorum (tatanan dunia
baru). Artinya, ummat seluruh dunia diharapkan masuk dalam proyek tatanan dunia baru dan menerima kepemimpinan si Mata Satu.

Orang yang familier dengan hadits-hadits Rasulullah akan paham bahwa yang dimaksud si Mata Satu adalah Dajjal.

Kapan sosok Dajjal akan muncul?

Dajjal sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits shahih yang panjang, diriwayatkan oleh Muslim dari Fathimah binti Qais. Ada seorang pengembara Nasrani yang terdampar di sebuah pantai, ia turun dari kapalnya kemudian bertemu dengan binatang aneh. Binatang itu mengantarkannya ke sebuah biara.

Di biara ada seorang lelaki yang terpasung. Si terpasung langsung bertanya, “Apakah sungai Tiberia sudah mengering? Apakah sudah muncul seorang lelaki yang bernama Muhammad yang disebut sebagai Nabi akhir zaman? Apakah lelaki itu sudah diusir oleh penduduk di negerinya sendiri?” Pengembara Nasrani itu penasaran, kemudian dia menelusuri Jazirah Arab untuk mencari lelaki yang dimaksud. Dia pun bertemu Muhammad Saw. Dia bertanya kepada Nabi, “Siapa orang yang dipasung itu?” Nabi kemudian menyatakan bahwa lelaki itu adalah Dajjal. Namun Dajjal tidak akan muncul sebelum Imam Mahdi keluar.

Kapan Imam Mahdi keluar?

Menurut Rasulullah Saw, salah satu tandanya adalah meninggal atau terbunuhnya seorang khali fah. Namun kekhalifahan sekarang kan sudah tidak ada. Menurut saya, khalifah yang dimaksud itu adalah seorang pemimpin negeri Muslim yang sangat nyata. Amin Muhammad Jamaluddin, penulis buku “Umur Ummat Islam” asal Mesir, menafsirkannya sebagai pemimpin Kerajaan Arab Saudi. Kalau memang betul itu, berarti sudah dekat.

Anda setuju dengan pendapat itu?

Tidak setuju sepenuhnya. Saya look and see aja. Tetapi saya yakin bahwa hadits yang menyatakan wafatnya khalifah itu memang benar. Menurut hadits itu, kelak Al-Mahdi akan muncul lalu dibaiat oleh sekelompok pemuda di Ka’bah. Penguasa semenanjung Arab akan langsung mengirim pasukan untuk menangkap para pemuda itu. Tetapi pasukan itu akan dibenamkan ke dalam bumi oleh Allah Swt, kecuali dua orang saja.

Keduanya sengaja diselamatkan agar bisa menceritakan kepada public bahwa teman-teman mereka telah tenggelam ke dalam bumi. Begitu kabar ini tersiar, semua Mu’min yang paham hadits-hadits shahih tentang munculnya Al-Mahdi akan sadar bahwa Imam Mahdi telah muncul. Mereka akan berbondong-bondong untuk berbaiat.

Bagaimana jika dihubungkan dengan umur ummat Islam?

Menurut Muhammad Amin Jamaluddin, ketika dia menafsirkan beberapa hadits mengenai umur ummat Yahudi, Kristen, ummat Islam, diisyaratkan umur ummat Islam itu 1500 tahun. Sekarang sudah 1424 Hijriah, jadi tinggal 76 tahun lagi. Itu belum dipotong waktu perjuangan Muhammad ketika di Makkah, yang memakan waktu 13 tahun. Jadi umur ummat Islam tinggal kira-kira 63 tahun.

Nah, kalau masa kekhalifahan di akhir zaman –yang menurut hadits akan berlangsung 40 tahun– terjadi pada masa damai, maka huru-hara besar itu akan terjadi dalam kurun waktu kurang dari 23 tahun ke depan ini. Kemunculan khilafah akan didahului oleh terjadinya huru- hara, dimana kaum Muslimin berada di bawah komando Imam Mahdi.

Kemunculan Imam Mahdi juga akan ditandai dengan munculnya bintang berekor atau komet. Menurut yang saya dengar dari para astronom, komet akan muncul tahun 2022. Jadi kalau pada saat itu muncul Imam Mahdi, sebuah perhitungan yang sangat mungkin. Bisa jadi kemunculan Imam Mahdi justru akan lebih cepat daripada itu.

Apa ciri-ciri khusus Imam Mahdi itu?

Menurut Rasulullah Saw, namanya seperti nama Rasulullah dan ayahnya pun sama dengan ayah Rasulullah. Ia juga disebut-sebut ngomongnya kurang lancar, sehingga kalau bicara harus menepuk pahanya dulu. Apakah itu berarti ia gagap, wallahu a’lam.

Saat muncul, Imam Mahdi berusia berapa?
Kira-kira seusia Nabi ketika pertama kali perang. Rasulullah pertama kali perang ketika usianya sekitar 55 tahun, Perang Badar. Kalau begitu, saat ini sebenarnya Imam Mahdi sudah ada ya? Ya, sudah ada, tapi oleh Allah Swt belum dimunculkan. Kalau sekarang kita tidak tahu Imam Mahdi itu siapa, bukan hal yang aneh, karena memang ia fenomena yang akan muncul mendadak.

Bukankah sudah ada beberapa orang yang mengaku sebagai Imam Mahdi?

Tidak bisa. Imam Mahdi itu dibaiat oleh 313 pemuda di Ka’bah. Jumlah itu sama dengan pasukan Perang Badar. Baiatnya bersifat terbuka, meskipun sebenarnya Imam Mahdi enggan dijadikan pemimpin. Kalau ada yang mengaku-aku Imam Mahdi, itu omong kosong.

Apakah kelak Imam Mahdi akan memimpin kekhalifahan Islam?

Ya. Sebelum itu ia akan memimpin beberapa peperangan dalam rangka meruntuhkan Tatanan Dunia Baru ini. Perang meruntuhkan maalikan jabariyan (penguasa diktator) ini dimaksudkan untuk mewujudkan The Next World Order (Tatanan Dunia Kelak).

Peperangan apa saja itu?

Ada empat perang besar. Pertama, perang melawan penguasa semenanjung Arab.Kaum Muslimin menang. Kedua, perang melawan penguasa zhalim Persia, juga menang. Ketiga, perang melawan Rum atau Eropa, juga menang. Terakhir perang melawan Dajjal dan 70 ribu tentara Yahudi.

Ketika Imam Mahdi sedang berkonsolidasi di Damaskus (Suriah), waktu shalat Shubuh tiba. Iqamat dikumandangkan, lalu Imam Mahdi hendak maju menjadi imam. Muncul tanda besar kedua akan terjadinya hari kiamat, yaitu Isa ‘Alaihissallam (As) turun di Menara Putih, masjid
sebelah timur Damaskus.

Imam Mahdi memohon agar Isa yang menjadi imam shalat. Namun Isa As menolak, “Demi Allah, inilah kelebihan ummat Muhammad, sebagian engkau menjadi pemimpin sebagian ummat lainnya. Engkau pemimpin ummat ini, Imam Mahdi, Engkau yang memimpin shalat. Aku menjadi ma’mum.”

Sesudah shalat, mereka bertolak menuju hari bertemunya dua pasukan. Yaitu pasukan kaum Muslimin yang dipimpin Imam Mahdi dan Nabi Isa As, melawan pasukan Yahudi yang dipimpin Dajjal.

Perang ini terjadi dimana?

Persisnya saya tidak tahu, tetapi tidak jauh dari Baitul Maqdis. Menurut hadits, ketik a melihat Isa As dari kejauhan, Dajjal “mengkerut” lalu berusaha kabur. Ia dikejar terus oleh Nabi Isa sampai akhirnya terbunuh di pintu Lod, salah satu pintu masuk ke Baitul Maqdis. Dajjal tewas tertusuk tombak. Nabi Isa As lalu mengangkat tinggi-tinggi tombak itu, supaya orang-orang yang selama ini percaya pada Dajjal dan menganggapnya sebagai Tuhan, menyadari bahwa sikap itu keliru.

Kekhalifahan nanti pusatnya dimana?
Pusatnya di Baitul Maqdis.

Setelah umur ummat Islam berakhir, apa yang terjadi kemudian?

Menurut hadits, setelah khilafah berdiri, kemakmuran akan terjadi dimana-mana. Pada masa itu tetap ada orang kafir, sampai pada masa tertentu Allah Swt mendatangkan tanda akhir zaman, yaitu hembusan angin sepoi-sepoi dari arah Yaman (selatan). Itu terjadi setelah wafatnya Isa Ibnu Maryam. Semua orang Islam, hatta yang hanya punya keimanan sebiji zarah, akan menghirup udara itu dan meninggal dengan damai. Ya sudah, selesai. Berakhi rlah umur ummat Islam.

Di dunia tinggal ummat yang kafir 24 karat. Terjadilah kekacauan dan kehancuran luar biasa, karena tidak ada lagi amar ma’ruf nahi munkar. Nabi menggambarkan, saat itu manusia tak akan malu-malu bersenggama seperti keledai di jalanan. Makkah dan Madinah dihancurkan, sehingga datanglah kiamat yang mengerikan. Alhamdulillah, ummat Islam tidak akan mengalami fase penghancuran yang amat mengerikan itu.

Nah, dengan mengetahui hal tersebut apakah kita akan resah dengan isu-isu yang berkembang ? meskipun berdasarkan penelitian ilmiah ? Menurut Anda, kenapa tema tentang akhir zaman kurang disukai oleh masyarakat? Tidak aneh, sebab itu sudah diisyaratkan Nabi sejak berabad-abad yang lalu. Kata Rasulullah Saw, “Dajjal tidak akan muncul sebelum ummat manusia lupa membicarakan Dajjal dan imam-imam di mimbar pun tidak menerangkan lagi tentang Dajjal.”

Rasulullah juga sudah menganjurkan agar kita berdoa usai membaca tahiyat akhir di setiap shalat, seperti diriwayatkan Imam Bukhari. Isi doa itu adalah permohonan agar kita terhindar dari fitnah jahanam, fitnah dunia, dan fitnah Dajjal. Sayang, ummat Islam sering mengabaikan masalah ini.

Kenapa Anda concern bicara tentang tema ini?

Huru-hara akhir zaman itu sudah sangat dekat. Ummat harus diingatkan. Kalau tidak, saya khawatir mereka tidak sanggup mengantisipasi huru-hara atau munculnya Imam Mahdi itu. Misalnya, bila nanti Imam Mahdi muncul, mereka tidak bergabung tetapi malah mencaci maki. Bisa saja nanti CNN akan memberitakan bahwa Imam Mahdi itu seorang teroris. Kalau kita ikut-ikutan, kan repot.

Selama ini, tema akhir zaman biasanya cuma menjadi serpihan-serpihan lepas dari tema yang lain. Padahal Nabi telah menjelaskan kepada kita akan adanya grand design dari Allah. Mestinya ummat berlomba-lomba untuk menyesuaikan diri dengan grand design itu, yang pasti akan tetap berjalan terlepas apakah kita setuju atau tidak.

Kita jangan cuma mengandalkan otak sendiri dalam merancang perjuangan. Kekalahan ummat Islam saat ini sudah amat parah, bagaimana otak kita akan mengalahkan musuh? Kalau kita di suruh membuat pesawat F-16, belum tentu dalam waktu 100 tahun bisa. Tentu saja kita tidak boleh menjadi fatalis. Kita harus berbuat semaksimal mungkin. Dan ada satu momentum yang harus diantisipasi. Begitu momentum itu datang, namun kita tolak, maka berarti kita kehilangan peluang untuk menjemput kemenangan. Kita harus terlibat di dalamnya.

Ada sebagian orang berpendapat, hadits-hadits tentang akhir zaman itu derajatnya tidak sampai mutawatir. Bagaimana menurut Anda? Saya ini bukan ahli hadits ya. Tetapi tanda-tanda akhir zaman yang ditulis para ulama rasa-rasanya tidak pernah luput membahas tentang Imam Mahdi.

Apa yang seharusnya dilakukan ulama, berkaitan dengan huru-hara akhir zaman?

Mestinya para ulama banyak berbicara tentang ini, harus bisa menjadi sumber ilmu bagi kita. Anehnya, justru orang yang menulis buku-buku akhir zaman berasal dari orang teknik. Misalnya Amin Muhammad Jamaluddin, penulis buku “Umur Ummat Islam”, berlatar belakang
insinyur. Belakangan ia baru menempuh S-2 di Fakultas Da’wah Universitas Al-Azhar, Kairo. Bukunya itu betul-betul spektakuler dan menjadi best-seller.

Kenapa bukan ulama yang menulis itu?

Jangan-jangan ini sebuah isyarat bahwa kelak ketika Imam Mahdi datang, beberapa ulama akan menolak sebagaimana pendeta-pendeta Yahudi-Nasrani menolak Nabi Muhammad. Tidak mustahil pula ada aktivis harakah yang akan menolak kedatangan Imam Mahdi itu. Dan sebaliknya, orang Islam yang saat ini masih bergelimang kemaksiatan tidak mustahil bisa menjadi prajurit-prajurit yang bergabung dalam barisan Imam Mahdi. Beragama itu bukan urusan ilmu semata, tapi juga amal.

Dengan tema ceramah futuristik tentang akhir zaman, apakah pernah ada orang yang menilai Anda sebagai ustadz yang suka menjadi pengkhayal? Alhamdulillah belum ada. Tetapi banyak yang bertanya, misalnya tentang kemunculan Isa Al-Masih.

Bukankah ini bertentangan dengan dalil Al-Quran yang menyatakan bahwa Muhammad adalah Nabi terakhir? Tidak, karena Isa As nanti datang tidak menjadi Nabi yang membawa kitab baru. Ia menyempurnakan tugas yang belum sempat dikerjakan dulu, yaitu mengajak kembali ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) untuk masuk Islam.

Ada pula sunnah yang belum dikerjakan Isa As, yaitu menikah. Padahal beliau kan pengikut syariat Muhammad. Ada beberapa hadits shahih yang berisi tentang Isa as akan menikah.

Isa As akan turun dalam usia 33 tahun, persis seperti usia ketika dia dulu diangkat Allah Swt ribuan tahun lalu. Ibarat tape recorder, Isa as sekarang ini sedang “pause”, nanti turun akan “play” lagi. Kelak, menurut hadits, Isa As akan wafat dan dimakamkan di dekat pemakaman Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar di Masjid Nabawi. Saat ini tempat itu masih kosong, dan memang disediakan untuk Nabi Isa As.
Semoga dengan ini bisa membawa manfaat dan menambah amal kita untuk lebih meningkatkan ketakwaan kita kepada Alloh SWT. Amien.....

Rabu, 18 Maret 2009

Senyum Syuhada Gaza

Alangkah agungnya seorang yang syahid… Di akhirat ia memperoleh
kebesaran luar biasa. Dia tidak meninggalkan dunia ini kecuali dengan
barisan yang mulia. Manusia menangis, sedangkan syahid tersenyum…
Kegembiraan melihat tempat tinggalnya di surga menyunggingkan senyum
di bibir sang syahid, seperti yang kita lihat para Syuhada Gaza berikut
ini:







Rabu, 25 Februari 2009

Dibalik Isu Kemajemukan Agama Di Indonesia

Rabu, 25 Februari 2009 | 09:38 WIB
Oleh: Fuad Amsyari

Kenyataan yang berkembang saat ini, semakin marak isu pluralitas agama. Padahal di negeri ini sejak masa penjajahan Belanda yang Protestan dan diteruskan oleh penjajahan Jepang yang Budha dan Kong Hu Cu sudah ada kemajemukan agama.

Sejak dulu—bukan hanya di era reformasi— telah berkembang pluralitas agama. Bahkan tidak ada satupun negara di dunia yang warga negaranya hanya memeluk satu agama, tidak pula di negara Madinah pada masa Rasulullah —di sana juga ada Yahudi dan Nasrani.

Tapi di Indonesia, khususnya mulai masa Orde Baru dan berlanjut di era reformasi, seperti terjadi histeria bahwa di negeri ini ada pluralitas agama (baca: tidak hanya orang Islam saja). Sepertinya Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk tidak menjadi isu sosial politik, bahkan tampak ingin ditenggelamkan.

Ada upaya yang dilakukan secara sistematis untuk tidak menonjolkan strukrur sosial bangsa ini yang didominasi oleh muslim (sekitar 90%), sedang pemeluk agama lain, seperti Katholik, Protestan, Budha, Hindu, Kong Hu Cu membagi sekitar 10% sisanya.

Ada upaya sistematis untuk meyakinkan semua orang (baca: umat Islam) bahwa faktor mayoritas agama itu tidak penting untuk diperhitungkan dalam proses pengelolaan bangsa dan negara.

Padahal proporsi agama itu lebih layak diungkapkan, dikemukakan, dan ditonjolkan sewaktu bangsa ini sedang berupaya mencari strategi pembangunan yang efektif bisa menghantar bangsa menjadi bangsa yang besar.

Sebetulnya teramat mudah untuk dipahami bahwa maraknya isu pluralitas agama dan penenggelaman fakta muslim sebagai penduduk mayoritas memiliki tujuan politik dan rekayasa sosial terselubung. Jelas bisikan sosio-kultural pluralitas agama seperti itu mempunyai agenda politik, yakni ‘mendiskriditkan’ eksistensi orang Islam.

Umat Islam di Indonesia terlalu lengah untuk tidak mengerti bahwa tiupan seruling pluralitas agama bermaksud ‘memerintahkan’ kaum muslimin Indonesia agar mau menerima bila kebijakan sosial-politik yang diberlakukan atas mereka tidak bersumber dari ajaran Islam.

Hembusan itu juga merayu (atau ‘memaksa’) agar orang Islam tidak protes bila kepada mereka diberlakukan kebijakan nasional yang berbeda bahkan bertentangan dengan ajaran agama Islam, seperti diterapkannya kebijakan nasional yang mendukung atau membiarkan maraknya lokalisasi pelacuran, kesetaraan gender yang bias, kebebasan ganti-ganti agama ala HAM Barat, legalisasi klab malam dan dugem, promosi seks bebas, gay, dan buka aurat, budaya mabuk karena peredaran miras, hidup glamor penuh pemborosan di tengah kemiskinan rakyat.

Bahkan misi politik hembusan adanya pluralitas agama itu bisa menjurus yang lebih menyakitkan lagi. Orang Islam di Indonesia diharapkan mau menerima bila dipimpin oleh orang yang beragama lain dalam proses kehidupan sosial-politik, seperti layaknya zaman penjajahan di mana orang Islam diperintah oleh penguasa Belanda yang Protestan-Katholik atau penguasa Jepang yang Budha-Kong Hu Cu.

Isu pluralitas agama di Indonesia amat jelas arah sasarannya, dan sudah banyak memakan korban, termasuk di kalangan ulama, santri, kyai, bahkan di kelompok sarjana atau cendekiawan Muslim sekalipun.

Propaganda pluralitas agama ini memang efektif mengubah pola pikir dan aqidah umat, khususnya pada masa orde baru, di mana umat Islam dipojokkan oleh isu mau mendirikan negara Islam, mau menghidupkan piagam Jakarta. Pada saat bersamaan ‘musuh’ Islam rajin menyusun kebijakan yang bertentangan dengan ajaran Islam dan pelan-pelan menguasai posisi strategis dalam pemerintahan di negeri ini.

Umat Islam pada awal orde baru tampak begitu tidak berdaya terhadap rekayasa sosial-politik. Apalagi pada saat itu mereka ditekan secara fisik-militer untuk tidak protes dengan alasan demi menjaga stabilitas negara, kebutuhan pembangunan, keutuhan bangsa, keamanan dan ketertiban, dan semacamnya.

Apakah di era reformasi sekarang umat Islam masih juga terperangkap oleh isu seperti itu? Masya Allah.

Banyak sudah disiapkan forum yang menseminarkan adanya pluralitas agama. Ironisnya juga termasuk oleh lembaga Islam sendiri. Apakah umat Islam sudah terbawa oleh isu pluralitas agama sehingga mereka siap menjadi warga negara yang `baik-baik` yang nantinya diam saja walau kebijakan sosial-politik di negeri ini bervisi non-Islami atau bahkan mereka akan oke saja bila dipimpin oleh orang lain dalam kehidupan sosial-politik (dengan alasan orang lain itu lebih mampu di bidang manajemen, sedang kita ini masih bodoh di bidang itu). Allahu Akbar.

Sampai saat ini tidak ada upaya umat, khususnya cendekiawan muslim atau ulama dan aktivis Islam menseminarkan makna mayoritas muslim di negeri ini terhadap implikasi kebijakan sosial-politik di negerinya. Belum satupun lembaga Islam, apalagi lembaga pemerintahan, yang membuat seminar nasional-internasional: ‘Implikasi Kebijakan Sosial-politik bagi Negara yang Mayoritas Penduduknya Muslim” agar bisa ditimbang secara rasional bentuk-bentuk kebijakan dan kepemimpinan nasional mana yang efektif bagi kemajuan bangsa-negara semacam itu (buat pula komparasi dengan negara yang mayoritas penduduknya beragama lain, seperti Barat, China, Jepang, yang membangun negerinya dengan pola sekuler).



Teori dan Paradigma

Semua orang kalau ditanya dalam suatu poling pendapat, nyaris semua akan mengaku ingin membuat bangsa-negara Indonesia menjadi maju dan besar. Tapi mari coba ditanya atau ditelusuri teori dan paradigma pembangunan apa yang akan mereka pakai untuk membuat Indonesia menjadi bangsa-negara yang jaya. Bisakah negeri ini menjadi negeri maju bila kepada mayoritas penduduknya yang muslim itu diberlakukan kebijakan sosial-politik yang non-Islami?

Cara seperti itu jauh panggang dari api. Mayoritas bangsa akan kehilangan identitas diri, dan akhirnya akan menjadi gerombolan munafik yang kehilangan kepercayaan dan kepribadian sehingga menjadi makanan lunak bagi serigala hedonis berskala internasional. Bangsa mana yang berhasil menjadi bangsa besar bila mayoritas warganya bersifat munafik, tidak berkepribadian, dan lemah dalam aqidah-syariahnya.

Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas mayoritas penduduknya, bukan oleh kualitas minoritasnya.

“When majority gets empowered, the minority will be carried away (not the reverse!), and the nation will be powerful”. Tatkala mayoritas bangsa yang muslim itu menjadi maju maka minoritas akan terikut maju (tidak sebaliknya!), dan negarapun akan menjadi kokoh-kuat.

Ini tantangan! Mungkinkah mayoritas penduduk Indonesia yang muslim itu bisa maju jika diberlakukan pada mereka model pembangunan yang non-syar’i?

Mari kita menjadi rasional, jangan antipati atau menolak syariat sosial-kenegaraan yang diajarkan Allah swt untuk membangun bangsa-negara Indonesia tercinta ini.n



Indonesia, 21 Februari 2009

Kamis, 19 Februari 2009

Mentafsirkan Al-Qur’an

Mentafsirkan Al Qur'an, sesungguhnya adalah hal yang sangat berat untuk dilakukan. sejak jaman kesarjanaan muslim di era Kekhalifahan Rasyidin, Muawiyah, Abbasyiah, hingga Utsmaniyah, tidak pernah ada permasalahan tentang metode pentafsiran Al Qur'an. tetapi, kini, ditengah rusaknya aqidah umat Islam, muncul metode Hermeunetika yang dikembangkan oleh para orientalis kafir barat dan berkeinginan untuk menggantikan metode tafsir milik para sarjana Islam yang telah berkembang berabad-abad dimana metode ini tentunya sahih secara keilmuan dan secara kemanhajan.
tulisan dibawah ini, memberikan jawaban kepada kita, bagaimana seharusnya mentafsirkan Al Qur'an
di copy paste dari musholla.com, website resmi UKKI FKG UNAIR

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : "Apa yang harus dilakukan untuk dapat menafsirkan Al-Qur’an ?"


Jawaban.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan Al-Qur’an ke dalam hati nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar beliau mengeluarkan manusia dari kekufuran dan kejahilan yang penuh dengan kegelapan manuju cahaya Islam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an surat Ibrahim : 1.

"Artinya : Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Rabb mereka, (yaitu) menuju jalan Rabb Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji".

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang yang berhak mejelaskan, menerangkan, dan menafsirkan isi Al-Qur’an.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam surat An-Nahl : 44

"Artinya : Keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kami menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan".

Sunnah berfungsi sebagai penafsir dan penjelas isi Al-Qur’an, dan sunnah ini juga merupakan wahyu karena yang diucapkan oleh Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bukan hasil pemikiran Rasulullah, tetapi semuanya dari wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an surat An-Najm : 3-4.

"Artinya : Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)".

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-Qur’an dan sesuatu yang hampir sama dengan Al-Qur’an. Ketahuilah, akan ada seorang lelaki kaya raya yang duduk di atas tempat duduk yang mewah dan dia berkata, "Berpeganglah kalian kepada Al-Qur’an. Apapun yang dikatakan halal didalam Al-Qur’an, maka halalkanlah, sebaliknya apapun yang dikatakan haram dalam Al-Qur’an, maka haramkanlah. Sesungguhnya apapun yang diharamkan oleh Rasulullah, Allah juga mengharamkannya" [Takhrijul Misykat No. 163]

Untuk itu cara menafsirkan Al-Qur’an adalah.

Cara Pertama.

Adalah dengan sunnah. Sunnah ini berupa : ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, dan diamnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Cara Kedua.

Adalah dengan penafsiran para sahabat. Dalam hal ini pelopor mereka adalah Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu. Ibnu Mas’ud termasuk sahabat yang menemani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sejak dari awal dan dia selalu memperhatikan dan bertanya tentang Al-Qur’an serta cara memahaminya dan juga cara menafsirkannya. Sedangkan mengenai Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud pernah berkata : "Dia adalah penerjemah Al-Qur’an". Oleh karena itu tafsir yang berasal dari seorang sahabat harus kita terima dengan lapang dada, dengan syarat tafsir tersebut tidak bertentangan dengan tafsiran sahabat yang lain.

Cara Ketiga.

Yaitu apabila suatu ayat tidak kita temukan tafsirnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, maka kita cari tafsiran dari para tabi’in yang merupakan murid-murid para sahabat, terutama murid-murid Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas, seperti : Sa’ad bin Juba’ir, Thawus. Mujahid, dan lain-lain.

Sangat disayangkan, sampai hari ini banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak ditafsirkan dengan ketiga cara di atas, tetapi hanya ditafsirkan dengan ra’yu (pendapat/akal) atau ditafsirkan berdasarkan madzhab yang tidak ada keterangannya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara langsung. Ini adalah masalah yang sangat mengkhawatirkan apabila ayat-ayat Al-Qur’an ditafsirkan hanya untuk memperkuat dan membela satu madzhab, yang hasil tafsirnya bertentangan dengan tafsiran para ulama ahli tafsir.

Untuk menunjukkan betapa bahayanya tafsir yang hanya berdasarkan madzhab, akan kami kemukakan satu contoh sebagai bahan renungan yaitu tafsir Al-Qur’an surat Al-Muzammil : 20.

"Artinya : Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an"

Berdasarkan ayat ini, sebagian penganut madzhab berpendapat bahwa yang wajib dibaca oleh seseorang yang sedang berdiri shalat adalah ayat-ayat Al-Qur’an mana saja. Boleh ayat-ayat yang sangat panjang atau boleh hanya tiga ayat pendek saja. Yang penting membaca Al-Qur’an. (tidak harus Al-Fatihah -pent-).

Betapa anehnya mereka berpendapat seperti ini, padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca pembuka Al-Kitab (surat Al-Fatihah)" [Shahihul Jaami' No. 7389]

Dan di hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Barangsiapa yang shalat tidak membaca surat Al-Fatihah maka shalatnya kurang, shalatnya kurang, shalatnya kurang, tidak sempurna" [Shifatu Shalatain Nabiy hal. 97]

Berdasarkan tafsir diatas, berarti mereka telah menolak dua hadits shahih tersebut, karena menurut mereka tidak boleh menafsirkan Al-Qur’an kecuali dengan hadits yang mutawatir. dengan kata lain mereka mengatakan, "Tidak boleh menafsirkan yang mutawatir kecuali dengan yang mutawatir pula". Akhirnya mereka menolak dua hadits tersebut karena sudah terlanjur mempercayai tafsiran mereka yang berdasarkan ra’yu dan madzhab.

Padahal semua ulama tafsir, baik ulama yang mutaqaddimin (terdahulu) atau ulama yang mutaakhirin (sekarang), semuanya sependapat bahwa maksud ‘bacalah’ dalam ayat di atas adalah ’shalatlah’. Jadi ayat tersebut maksudnya adalah : "Maka shalatlah qiyamul lail (shalat malam) dengan bilangan raka’at yang kalian sanggupi".

Tafsir ini akan lebih jelas apabila kita perhatikan seluruh ayat tersebut.

"Artinya : Sesungguhnya Rabbmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang besama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah ; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Ayat tersebut jelas tidak ada hubungannya dengan apa yang wajib dibaca di dalam shalat. Ayat tersebut mengandung maksud bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi kemudahan kepada kaum muslimin untuk shalat malam dengan jumlah raka’at kurang dari yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu sebelas raka’at. Inilah maksud sebenarnya dari ayat tersebut.

Hal ini dapat diketahui oleh orang-orang yang mengetahui uslub (gaya/kaidah bahasa) dalam bahasa Arab. Dalam uslub bahasa Arab ada gaya bahasa yang sifatnya "menyebut sebagian" tetapi yang dimaksud adalah "keseluruhan"[1]

Sebagaimana kita tahu bahwa membaca Al-Qur’an adalah bagian dari shalat. Allah sering menyebut kata "bacaan/membaca" padahal yang dimaksud adalah shalat. Ini untuk menunjukkan bahwa membaca Al-Qur’an itu merupakan bagian penting dari shalat.

Contohnya adalah dalam surat Al-Isra’ : 78

"Artinya : Dirikanlah shalat dari tergelincir matahari (tengah hari) sampai gelap malam (Dzuhur sampai Isya). Dan dirikanlah pula bacaan fajar"

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut ‘qur’ana al-fajri’. Tapi yang dimaksud adalah shalat fajar (shalat shubuh). Demikianlah salah satu uslub dalam bahasa Arab.

Dengan tafsiran yang sudah disepakati oleh para ulama ini (baik ulama salaf maupun ulama khalaf), maka batallah pendapat sebagian penganut madzhab yang menolak dua hadits shahih di atas yang mewajibkan membaca Al-Fatihah dalam shalat. Dan batal juga pendapat mereka yang mengatakan bahwa hadits ahad tidak boleh dipakai untuk menafsirkan Al-Qur’an. Kedua pendapat tersebut tertolak karena dua hal.
Tafsiran ayat di atas (Al-Muzzammil : 20) datang dari para ulama tafsir yang semuanya faham dan menguasai kaidah bahasa Al-Qur’an.
Tidak mungkin perkataan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertentangan dengan Al-Qur’an. Justru perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu menafsirkan dan mejelaskan isi Al-Qur’an.

Jadi sekali lagi, ayat di atas bukan merupakan ayat yang menerangkan apa yang wajib dibaca oleh seorang muslim di dalam shalatnya. Sama sekali tidak. baik shalat fardhu atau shalat sunat.

Adapun dua hadits di atas kedudukannya sangat jelas, yaitu menjelaskan bahwa tidak sah shalat kecuali dengan membaca Al-Fatihah. Sekarang hal ini sudah jelas bagi kita.

Oleh karena itu seharusnya hati kita merasa tentram dan yakin ketika kita menerima hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dalam kitab-kitab sunnah/kitab-kitab hadits yang sanad-sanandnya shahih.

Jangan sekali-kali kita bimbang dan ragu untuk menerima hadits-hadits shahih karena omongan sebagian orang yang hidup pada hari ini, dimana mereka berkata : "Kami tidak menolak hadits-hadits ahad selama hadits-hadits tersebut hanya berisi tentang hukum-hukum dan bukan tentang aqidah. Adapun masalah aqidah tidak bisa hanya mengambil berdasarkan hadits-hadits ahad saja".

Demikian sangkaan mereka. padahal kita tahu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus Mu’adz bin Jabal untuk berdakwah, mengajak orang-orang ahli kitab untuk berpegang kepada aqidah tauhid [Shahih Bukhari No. 1458, Shahih Muslim No. 19], padahal Mu’adz ketika itu diutus hanya seorang diri (berarti yang disampaikan oleh Mu’adz adalah hadits ahad, padahal yang disampaikan adalah menyangkut masalah aqidah -pent-).

Disalin kitab Kaifa Yajibu ‘Alaina Annufasirral Qur’anal Karim, edisi Indonesia Tanya Jawab Dalam Memahami Isi Al-Qur’an, Penulis Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Pustaka At-Tauhid, penerjemah Abu Abdul Aziz

Foote Note.
Misalnya : Menyebut ‘bacaan Al-Qur’an’ tetapi yang dimaksud adalah shalat karena bacaan Al-Qur’an itu bagian dari shalat. Menyebut kata nafs (=jiwa, nyawa) tetapi yang dimaksud adalah manusia, Menyebut ‘darah’ atau ‘memukul’ padahal yang dimaksud adalah membunuh (-pent-)

Jumat, 13 Februari 2009

Renungan : Apa Sih Valentine day ?

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, nescaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).(Surah Al-An'am : 116)
Hari 'kasih sayang' yang dirayakan oleh orang-orang Barat pada tahun-tahun terakhir disebut 'Valentine Day' amat popular dan merebak di pelusuk Indonesia bahkan di Malaysia juga. Lebih-lebih lagi apabila menjelangnya bulan Februari di mana banyak kita temui jargon-jargon (simbol-simbol atau iklan-iklan) tidak Islami hanya wujud demi untuk mengekspos (mempromosi) Valentine. Berbagai tempat hiburan bermula dari diskotik(disko/kelab malam), hotel-hotel, organisasi-organisasi mahupun kelompok-kelompok kecil; ramai yang berlumba-lumba menawarkan acara untuk merayakan Valentine. Dengan dukungan(pengaruh) media massa seperti surat kabar, radio mahupun televisyen; sebagian besar orang Islam juga turut dicekoki(dihidangkan) dengan iklan-iklan Valentine Day.
Sejarah Valentine:
Sungguh merupakan hal yang ironis(menyedihkan/tidak sepatutnya terjadi) apabila telinga kita mendengar bahkan kita sendiri 'terjun' dalam perayaan Valentine tersebut tanpa mengetahui sejarah Valentine itu sendiri. Valentine sebenarnya adalah seorang martyr (dalam Islam disebut 'Syuhada') yang kerana kesalahan dan bersifat 'dermawan' maka dia diberi gelaran Saint atau Santo.

Pada tanggal 14 Februari 270 M, St. Valentine dibunuh karena pertentangannya (pertelingkahan) dengan penguasa Romawi pada waktu itu iaitu Raja Claudius II (268 - 270 M). Untuk mengagungkan dia (St. Valentine), yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cubaan hidup, maka para pengikutnya memperingati kematian St. Valentine sebagai 'upacara keagamaan'.

Tetapi sejak abad 16 M, 'upacara keagamaan' tersebut mulai beransur-ansur hilang dan berubah menjadi 'perayaan bukan keagamaan'. Hari Valentine kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut Supercalis� yang jatuh pada tanggal 15 Februari.

Setelah orang-orang Romawi itu masuk agama Nasrani(Kristian), pesta 'supercalis' kemudian dikaitkan dengan upacara kematian St. Valentine. Penerimaan upacara kematian St. Valentine sebagai 'hari kasih sayang' juga dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropah bahwa waktu 'kasih sayang' itu mulai bersemi 'bagai burung jantan dan betina' pada tanggal 14 Februari.

Dalam bahasa Perancis Normandia, pada abad pertengahan terdapat kata Galentine� yang bererti 'galant atau cinta'. Persamaan bunyi antara galentine dan valentine menyebabkan orang berfikir bahwa sebaiknya para pemuda dalam mencari pasangan hidupnya pada tanggal 14 Februari. Dengan berkembangnya zaman, seorang 'martyr' bernama St. Valentino mungkin akan terus bergeser jauh pengertiannya(jauh dari erti yang sebenarnya). Manusia pada zaman sekarang tidak lagi mengetahui dengan jelas asal usul hari Valentine. Di mana pada zaman sekarang ini orang mengenal Valentine lewat(melalui) greeting card, pesta persaudaraan, tukar kado(bertukar-tukar memberi hadiah) dan sebagainya tanpa ingin mengetahui latar belakang sejarahnya lebih dari 1700 tahun yang lalu.

Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa moment(hal/saat/waktu) ini hanyalah tidak lebih bercorak kepercayaan atau animisme belaka yang berusaha merosak 'akidah' muslim dan muslimah sekaligus memperkenalkan gaya hidup barat dengan kedok percintaan(bertopengkan percintaan), perjodohan dan kasih sayang.

Pandangan Islam
Sebagai seorang muslim tanyakanlah pada diri kita sendiri, apakah kita akan mencontohi begitu saja sesuatu yang jelas bukan bersumber dari Islam ?

Mari kita renungkan firman Allah: Dan janglah kamu megikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya�. (Surah Al-Isra : 36)

Dalam Islam kata tahu berarti mampu mengindera(mengetahui) dengan seluruh panca indera yang dikuasai oleh hati. Pengetahuan yang sampai pada taraf mengangkat isi dan hakikat sebenarnya. Bukan hanya sekedar dapat melihat atau mendengar. Bukan pula sekadar tahu sejarah, tujuannya, apa, siapa, kapan(bila), bagaimana, dan di mana, akan tetapi lebih dari itu.

Oleh karena itu Islam amat melarang kepercayaan yang membonceng (mendorong/mengikut) kepada suatu kepercayaan lain atau dalam Islam disebut TAQLID. Hadits Rasulullah SAW: Barang siapa yang meniru atau mengikuti suatu kaum (agama) maka dia termasuk kaum (agama) itu.

Firman Allah SWT dalam Surah AL Imran(keluarga Imran) ayat 85: Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-sekali tidaklah diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi

di copy paste dari muji.blog
by ADMIN

--

Selasa, 27 Januari 2009

Mafia Berkeley: Komprador Asing dan Pengkhianat Negara

Mafia Berkeley dianggap sebagai ’otak’ atas segala carut-marut ekonomi di Indonesia. Terjualnya sebagian besar aset strategis bangsa ini, semakin membengkaknya nilai hutang negara dan yang lain adalah keberhasilan ’agenda’ mereka. Negarapun ’tergadai’ oleh kapitalis asing. Negara ini pun ’dihisap’ habis kekayaannya. Ujungnya, rakyat semakin hari semakin sengsara. Yang menjadi pertanyaan, apa sebenarnya Mafia Berkeley itu? Siapa saja yang termasuk didalamnya? Bagaimana operasional mereka sebagai ’komprador’ asing yang setia menjual aset-aset negara? Bagaimana pola rekruitmen mereka? Dan yang terpenting, kenapa mereka hingga saat ini ’tidak tersentuh’? Untuk menjawab itu semua, redaksi kami (gus uwik) mewawancara khusus Mas Kusfiardi (Mantan Koordinator Koalisi Anti Utang KAU)). Berikut petikan wawancaranya:
Sebenarnya, apa Mafia Berkeley itu Pak ?
Mafia Berkeley adalah Organisasi Tanpa Bentuk (OTB)namun memiliki sistem regenerasi yang mapan. Generasi awalnya adalah Prof Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, Soebroto, Moh. Sadli, J.B. Soemarlin, Adrianus Mooy, dan masih sangat banyak lagi. Yang sekarang dominan adalah Sri Mulyani, Moh. Ikhsan, Chatib Basri, dan masih banyak lagi. Mereka tersebar pada seluruh departemen dan menduduki jabatan eselon I dan II, sampai kepala biro.
Ciri kelompok itu ialah masuk ke dalam kabinet tanpa peduli siapa presidennya. Mereka mendesakkan diri dengan bantuan kekuatan agresor. Kalau kita ingat, sejak akhir era Orde Lama, Emil Salim sudah anggota penting dari KOTOE dan Widjojo Nitisastro sudah sekretaris Perdana Menteri Djuanda. Widjojo akhirnya menjabat sebagai ketua Bappenas dan bermarkas di sana.
Setelah itu, presiden berganti beberapa kali. Yang “kecolongan” tidak masuk ke dalam kabinet adalah ketika Gus Dur menjadi presiden. Namun, begitu mereka mengetahui, mereka tidak terima. Mereka mendesak supaya Gus Dur membentuk Dewan Ekonomi Nasional. Seperti kita ketahui, ketuanya adalah Emil Salim dan sekretarisnya Sri Mulyani. Mereka berhasil mempengaruhi atau “memaksa” Gus Dur bahwa mereka diperbolehkan hadir dalam setiap rapat koordinasi bidang ekuin. Tidak puas lagi, mereka berhasil membentuk Tim Asistensi pada Menko Ekuin yang terdiri atas dua orang saja, yaitu Widjojo Nitisastro dan Sri Mulyani. Dipaksakan bahwa mereka harus ikut mendampingi Menko Ekuin dan menteri keuangan dalam perundingan Paris Club pada 12 April 2000, walaupun mereka sama sekali di luar struktur dan sama sekali tidak dibutuhkan. Mereka membentuk opini publik bahwa ekonomi akan porak-poranda di bawah kendali tim ekonomi yang ada. Padahal, kinerja tim ekonomi di tahun 2000 tidak jelek kalau kita pelajari statistiknya sekarang.
Yang mengejutkan adalah Presiden Megawati yang mengangkat Boediono sebagai menteri keuangan dan Dorodjatun sebagai Menko Perekonomian. Aliran pikir dan sikap Laksamana Sukardi sangat jelas sama dengan Berkeley Mafia.
Presiden SBY sudah mengetahui semuanya dan tetap saja memasukkan tokoh-tokoh Berkeley Mafia seperti Budiono, Sri Mulyani, Purnomo Yusgiantoro, dan Mari Pangestu, kedalam kabinet pemerintahannya.
Kenapa disebut sebagai ‘Mafia’? Apakah dia merupakan kelompok yang ‘membahayakan’?
Sebutan Mafia bagi Mafia Berkeley selain karena mereka adalah sekelompok ekonom yang dirancang untuk mendukung hegemoni Amerika Serikat (AS) dan merusak ekonomi Indonesia juga mendapatkan dukungan penuh dari lembaga keuangan internasional seperti IMF dan WB untuk selalu mendapatkan kekuasaan di Pemerintahan Indonesia di bidang ekonomi.
Kelompok ini sangat berbahaya, karena Mafia Berkeley memang dirancang secara sistematis untuk mengontrol ekonomi Indonesia. Kebijakan ekonomi yang diambil berisi empat strategi utama, yakni kebijakan anggaran yang ketat dan penghapusan subsidi, meliberalisasi keuangan, meliberalisasi industri dan perdangangan, dan melakukan privatisasi. Kebijakan yang mereka jalankan tersebut merupakan hasil rumusan dari IMF, Bank Dunia, dan USAID.
Bagaimana awal masuknya mafia berkeley di Indonesia?
Kelompok mafia tersebut, telah dipersiapkan secara sistematis oleh kekuatan luar Indonesia selama sepuluh tahun sebelum berkuasa (1956-1966) sebagai bagian dari strategi perang dingin menghadapi kekuatan progresif dan revolusioner di kawasan Asia.
Kelompok yang dikenal dengan Mafia Berkeley ini kebanyakan dari generasi pertamanya lulusan Program Khusus di Universitas Berkeley, California. Universitas Berkeley sendiri merupakan salah satu universitas terkemuka di Amerika dan para mahasiswanya terkenal progresif dan mayoritas anti perang Vietnam.
Tetapi program untuk Mafia Berkeley dirancang khusus untuk orang Indonesia yang dipersiapkan untuk dikemudian hari menjadi bagian dari hegemoni global Amerika. Disebut Mafia, mengambil idea dari organisasi kejahatan terorganisir di Amerika, karena mereka secara sistematis dan terorganisir menjadi alat dari hegemoni dan kepentingan global di Indonesia.
Atas dasar kepentingan apa mereka ‘ditanam’ di Indonesia?
Selain sebagai bagian dari agen hegemoni global Amerika, Mafia Berkeley, sekaligus berfungsi sebagai alat untuk memonitor agar kebijakan ekonomi Indonesia untuk sejalan dan searah dengan kebijakan umum ekonomi yang digariskan oleh Washington. Garis kebijakannya adalah Washington Konsensus yang terdiri dari, kebijakan anggaran yang ketat dan penghapusan subsidi, liberalisasi keuangan, liberalisasi industri dan perdagangan, dan privatisasi.
Bagaimana posisi Mafia Berkeley dalam pemerintah? Apakah sangat strategis sehingga mempengaruhi kebijakan ekonomi pemerintah?
Dalam pemerintahan, Mafia Berkeley selalu menargetkan untuk menguasai jabatan dibidang ekonomi dan sumber daya. Jabatan tersebut bisa sebagai Menteri, Staf Ahli, maupun posisi lainnya yang langsung berhubungan dalam perumusan kebijakan ekonomi politik. Posisi tersebut sangat strategis.
Menteri Keuangan misalnya. Selain sebagai penentu dalam kebijakan keuangan negara, sekaligus juga sebagai bendahara negara. Artinya tidak satu peserpun uang negara bisa keluar tanpa persetujuan Menteri Keuangan.
Bagaimana kebijakan-kebijakannya saat ini terhadap pembangunan ekonomi Indonesia? Apakah ‘menyejahterakan’ rakyat atau sebaliknya?
Selama 40 tahun lebih berkuasa, kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh Mafia Berkeley dalam pemerintahan tidak pernah memberikan perubahan bagi kesejahteraan rakyat. Namun hingga saat ini, Mafia Berkeley masih bercokol di sektor-sektor vital, seperti di Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan, Departemen Energi Sumber Daya dan Mineral, Bank Indonesia, dan departemen lain yang berkaitan dengan sektor ekonomi strategis lainnya.
Kebijakan yang mereka ambil memang tidak pernah mempertimbangkan aspek kesejahteraan rakyat Indonesia. Mereka lebih memprioritaskan untuk melaksanakan perintah dari IMF dan Bank Dunia.
Berbagai kebijakan ekonomi yang dikeluarkan, justru menghambat bagi kemajuan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Bisa disebutkan contoh-contoh kebijakannya?
Utang luar negeri, liberalisasi perdagangan dan keuangan, pencabutan berbagai macam subsidi (termasuk subsidi BBM) dan privatisasi yang menyerahkan aset milik negara pada pihak swasta maupun pemerintah asing.
Apakah Mafia Berkeley berdiri sendiri atau ada dukungan dari pihak luar (asing)?
Mafia Berkeley mendapat dukungan penuh dari pemerintahan negara maju, khususnya Amerika Serikat dan lembaga dan asosiasi ekonomi internasional. Dukungan tersebut ditunjukkan dengan memberikan citra positif bahkan penghargaan skala internasional terhadap Mafia Berkeley, walaupun mereka belum menunjukkan hasil kerja seperti yang digambarkan dalam penghargaan tersebut. Misalnya waktu mereka memberikan penghargaan sebagai menteri keuangan terbaik kepada Sri Mulyani. Kita kan tau, saat itu dia baru saja menjabat sebagai Menkeu, belum melakukan kerja yang berarti tapi sudah dapat penghargaan internasional.
Bagaimana hubungan mereka selama ini dengan ‘tuannya’?
Mereka akan selalu memberikan kemudahan bagi pergerakan modal asing untuk menguasai perekonomian Indonesia. Termasuk memastikan Indonesia tetap membayar utang-utang lama dan meneruskan pembuatan utang baru. Dengan ketergantungan utang ini maka Mafia Berkeley bisa tetap berkuasa karena memungkinkan pihak asing untuk mengontrol perekonomian nasional melalu agen mereka yaitu MAFIA BERKELEY.
Bagaimana Mafia Berkeley mempertahankan eksistensinya?
Mereka sudah memposisikan diri sebagai budak kapitalisme dan agen asing. Mereka akan melayani seluruh kemauan asing yang berkaitan dengan invasi ekonomi untuk memiskinkan Indonesia.
Layaknya sebuah organisasi, maka mereka pun akan melakukan ‘kaderisasi’. Bagaimana pola kaderisasi dan pendanaannya?
Kaderisasi dalam mafia berkeley, telah dipersiapkan secara sistematis oleh kekuatan luar Indonesia. Program kaderisasi yang terpenting didalam Mafia Berkeley adalah melalui pendidikan untuk orang Indonesia yang dipersiapkan untuk dikemudian hari menjadi alat dari hegemoni dan kepentingan global di Indonesia.
12. Mafia Berkeley terbukti telah ‘menyengsarakan’ bangsa ini? Apa yang menyebabkan mereka hingga saat ini masih bisa eksis?
Karena mereka mampu melayani dengan baik para majikannya dan rakyat tidak menaruh perhatian serius pada sepak terjang Mafia Berkeley. Belum ada aksi protes dalam bentuk massif yang menggugat kejahatan mereka selama ini. Padahal, kekisruhan politik akibat kenaikan BBM yang sekarang terjadi, aktor utamanya adalah Mafia Berkeley.
Bagaimana melawannya hingga mereka semua ‘terusir’ dari negeri tercinta kita?
Untuk membersihkan Mafia Berkeley di pemerintahan kita harus memiliki agenda yang terstruktur dan berjalan simultan. Hal penting yang harus kita lakukan adalah bagaimana memperkuat opini publik bahwa penyebab kesengsaraan rakyat hari ini adalah Mafia Berkeley. Jika rakyat ingin keluar dari kesengaraan ini maka Mafia Berkeley harus disingkirkan jauh-jauh dari seluruh aspek kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Mereka layak disingkirkan, karena mereka adalah AGEN ASING dan PENGKHIANAT.