Sabtu, 05 September 2009

Puasa dan Ketaatan Kepada Allah

Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa bagi kaum Muslim. Ghirah keislaman kaum Muslim biasanya meningkat tajam. Inilah momentum untuk melakukan 'taqarrub istimewa' yang bisa menjadikan umat ini menggeliat bangun untuk melanjutkan kembali kehidupan islamnya.

Seorang pegawai negeri sipil disebuah instansi pemerintah tiba-tiba menjadi alim saat Ramadhan. Demikian juga kalau kita lihat muda-mudi yang biasanya bergandengan tangan kesana-kemari seolah hilang meski tak semuanya. Mereka seolah baru menyadari kalau perbuatannya berdosa sehingga tidak boleh dilakukan pada bulan Ramadhan.

Masjid-masjid, mushola-Mushola menjadi ramai pada malam hari. Antusiasme kaum Muslimin begitu luar biasa saat bulan Ramadhan, mereka berbondong-bondong mendatangi masjid-majid, mushola-musholla dengan pakaian khas mereka. yang pria pakai baju koko dan yang wanita berkerudung. Artis-artispun sepertinya tak mau ketinggalan mereka merubah penampilan mereka total dari perilaku biasanya. Mereka yang sebelumnya berjingkrak-jingkrak dan suka ngakak mendadak menjadi alim. Kemanapun mereka disorot kamera, seolah pingin menonjolkan kealimannya dihadapan umum. Anak-anak yatim mereka undang untuk berbuka puasa di rumah mereka. Kadangkala merekapun menyempatkan diri mendatangi panti asuhan untuk menyampaikan sumbangan. "Di bulan Ramadhan saya sering menyumbang, bersedekah bahkan tampil sebagai pengisi acara Ramadhan. Di luar Ramadhan saya kembali bergabung bersama teman-teman yang lain" kata artis.

Para pejabat tinggi negarapun demikian mereka jadi gemar menyambangi masjid dan tempat ibadah. Mereka mereka menyediakan makan bagi karyawannya untuk berbuka bagi mereka yang harus melewati maghrib di kantor, sekaligus berbuka bersama. Ini adalah hal yang jarang terjadi ketika bulan-bulan biasa.

Mal-mal dan pusat perbelanjaan tak ketinggalan. Mereka memutar lagu-lagu bernuansa Islam. Pajangan-pajangan seronokpun disingkirkan diganti dengan pajangan khas Ramadhan dan menyambut lebaran.

Suasanan Ramadan kian semarak ketika setasiun-stasiun televisi menayangkan tayangan-tayangan yang bernuan Islam. Ramadhan menjadi salah satu acara yang dikemas sedemikian rupa oleh stasiun televisi untuk mendatangkan iklan, semata-mata untuk mendatangkan keuntungan di tengah suasana ibadah.

Walhasil, nuansa Ramadhan demikian terasa mewarnai negeri yang mayoritas Muslim terbesar di dunia. Ramadhan menjadi kesempatan setahun sekali yang begitu penting. seolah tak ada yang mau ketinggalan dengan suasana Ramadhan ini.

Bulan Ramadhan mampu mengubah persepsi dan perilaku seorang Muslim sedemikian rupa Orang fasik menjadi malu menampakkan kefasikannya. Orang munafik menjadi enggan mempertontonkan kemunafikannya. Orang zalimpun mengurangi intensitas kezalimannya. sebaliknya orang salih makin bersemangat dan meningkatkan amal baiknya lebih daripada bulan-bulan lainnya.

Ramadhan mampu menciptakan atmosfer keimanan yang kuat, suasana kebaikan, dan perasaan yang peka terhadap ajaran-ajaran Islam. Pada bulan itu kaum Muslim mampu bersatu, serentak menunaikan perintah Allah yang berkaitan dengan ibadah shaum; shaum pada hari yang sama dan berbuka (i'd) pada hari yang sama; mampu menahan tidak makan, tidak minum, menahan hawa nafsu; sanggup menjalankan ibadah-ibadah nafilah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah; bersedia berkorban lebih besar dan lebih banyak dalam bidang harta benda; dan banyak lagi.

Kehilangan Makna

Di tengah antusiame kaum Muslim menjalankan ibadah puasa ada anomali yang muncul. Ramadhan menjadi alasan untuk tidak bekerja maksimal. Banyak orang menjadi malas dan loyo dalam bekerja. Produktivitas menurun.

Ini membuktikan, disadari atau tidak, apa yang terjadi selama bulan Ramadhan ini belum menjadi sebuah sepirit luar biasa bagi kaum Muslim dalam melakukan perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik pada masa-masa berikutnya. Ramadhan hanya 'disyiarkan' pada waktu bulan tersebut saja. Setelah bulan itu berlalu, kehidupan kembali seperti semula, seolah tidak ada bekas sedikitpun dari Ramadhan kali ini.

Ini bisa terjadi karena ada pemahaman yang keliru di tengah masyarakat. Ramadhan dijadikan bulan suci yang harus dihormati, bukan bulan yang harus dijadikan tempat untuk berbenah diri menghadapi masa berikutnya, jadi fokusnya adalah bagaimana menghormati bulan itu dengan aktivitas yang baik ala kadarnya. Akibatnya, tidak ada pengaruh yang signifikan antara puasa dan perubahan perilaku.

Pemahaman ini muncul bisa jadi karena banyak kaum Muslim tidak memahami hakikat puasa Ramadhan ini. Kalaupun mereka tahu tentang puasa, sifatya dangkal. Tidak aneh bila puasa pada bulan berkah ini muncul sebagai rutinitas tahunan. Bisa jadi banyak orang beramal karena pengaruh lingkungan sekitarnya, bukan karena kepahamannya terhadap perintah Allah tersebut. Ibaratnya, puasa Ramadhan adalah tren. Akhirnya puasa itu sekedar ibadah ritual sehingga kehilangan ruhnya. Tak mengherankan bila puasa hanya berpengaruh terhadap individual semata dan itu hanya terjadi pada saat puasa.

Kenyataan ini tidak lepas dari sekulerisasi yang melanda umat Islam. ibadah, termasuk puasa, dipandang hanya sebagai ritual semata yang tidak terkait dengan perilaku hidup lainnya yang lebih luas.

Dilihat dari upaya mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah), semangat itu ada di kalangan kaum Muslim. Namun, dengan proses sekulerisasi, pendekatan diri kepada Allah ini sifatnya menjadi sangat terbatas pada individu dan tidak berpengaruh terhadap lingkungan di luar dirinya; seolah pendekatan diri itu cukup hanya dengan ibadah mahdlah saja. inilah buah dari ketiadaan pemahaman yang komprehensif tentang makna taqarrub illa Allah

Puasa dan Ketaatan

Secara fiqh, puasa adalah menahan diri dari makan dan minum serta hal-hal yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Inilah yang menjadi pemahaman umum di tengahmasyarakat. Walhasil. dampaknya sangat material dan inderawi belaka.

Padahal kalau kita meyimak hadits Rasulullah saw., ada makna yang lebih dalam dari sekedar menahan makan dan minum belaka. Nabi saw. bersabda, "Barang orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika ia berjumpa dengan Tuhannya." (HR al-Bukhari dan Muslim).

Ada juga hadits lain dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, "Puasa itu bukanlah semata-mata menahan diri makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari perbuatan yang sia-sia dan keji. Jika ada orang yang mencelamu atau berbuat jahil kepadamu maka katakanlah, 'Aku sedang puasa, aku sedang puasa." (HR Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim dengan sanad sahih)

Hadit-hadits diatas menunjukkan bahwa puasa tidak hanya menahan diri dari makan, minum dan jimak tetapi juga meninggalkan berbagai kemaksiatan, baik itu mata, tangan, kaki ataupun hatinya. Pendek kata kita melakukan aktivitas pengendalian diri sesuai dengan aturan Allah SWT.

Oleh karena itu, orang yang sukses dalam puasanya akan menyadari keberadaan dirinya di dunia bahwa ia hanyalah makluk dan harus tunduk dengan aturan-aturan Allah. Dengan kesadaran tersebut, kita harus rela menanggalkan hawa nafsunya dan kembali pada jatidirinya sebagai hamba yang diberi amanah oleh penciptanya. Amanah itu adalah senantiasa mengatur kehidupan ini dengan ketentuan Allah. bukan hawa nafsunya yang dikedepankan.

Rasulullah saw bersabda. "Banyak orang yang berpuasa di mana bagian dari puasanya hanyalah rasa lapar dan dahaga." (HR Ibnu Majah dengan sanad yang shahih).

Buah dari Puasa

Puasa Ramadhan sebulan lamanya semestinya membawa perubahan yang luar biasa kepada semua orang yang melaksanakannya. Betapa tidak. Mereka telah berlatih untuk menahan nafsunya sehingga tidak berani sedikitpun melanggar ketentuan Allah. Kalau mereka telah berhasil menahan diri dari dari hal-hal yang sebenarnya di luar Ramadhan halal, seharusnya mereka lebih bisa lagi untuk menahan diri dari hal-hal yang dilarang oleh-Nya.

Idealnya pasca Ramadhan lahir sebuah tatanan baru yang dipenuhi dengan suasana keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT; bukan sebaliknya, hadir kembali suasana kerusakan seolah Ramadhan tidak pernah ada.

Oleh karena itu, saatnya puasa Ramadhan kali ini menjadi momentum bagi seluruh Muslim untuk meningkatkan kedekatannya kepada Allah SWT dalam arti sebenarnya. Puasa adalah taat syariah. Hasilnya akan terlihat ketika Ramadhan telah berlalu. Akankan kita semakin taat? kalau kian taat berarti puasa Ramadhan kita sukses. Sebaliknya, kalau tidak ada dampaknya berarti kita rugi menjalankan puasa. kalau setelah Ramadhan bertambah buruk berarti itu celaka.

Seorang Muslim yang baik tidak 'bermetamorfosis' menjadi 'orang baik-baik lagi salih' pada bulan Ramadhan, namun enggan melanjutkan perubahan itu di luar bulan Ramadhan.

Walhasil, Jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk melakukan perubahan secara mendasar terhadap seluruh aspek kehidupan, baik kehidupan individu maupun kemasyarakatan dan negara melalui ketaatan kita kepada Allah. Saatnya kita bangkit dengan menguatkan kembali kedekatan kita kepada Allah pada bulan yang penuh berkah dan ampunan ini menuju terwujudnya 'izzul Islam wal Muslimin

(Mujianto)