Sabtu, 27 Desember 2008

"KADO PAHIT AKHIR TAHUN, UMAT ISLAM"

Kebrutalan teroris Israel tak pernah berhenti membunuh kaum Muslim. Pesawat tempur penjajah Israel meluncurkan serangan udara besar-besaran pada hari, Sabtu (27/12/08), membunuh setidaknya 255 orang warga dan melukai 600 orang lainnya. Serangan brutal teroris Israel ini dilakukan selang dua hari setelah Menlu Israel berjabat tangan dengan penguasa Mesir, seolah sebagai restu untuk melakukan pembunuhan terhadap kaum Muslim Palestina. [plus foto]

Pesawat temput F-16 secara bersamaan menembakkan lebih dari 30 rudal yang ditujukan pada 30 target terpisah di Gaza, kata seorang pejabat keamanan Palestina. TV Al-Arabiya menunjukkan cuplikan para penyelamat untuk membantu warga yang terluka akibat kebiadaban teroris Israel itu. Ratusan mayat tersebar di lantai dan kepulan asap di atas area tersebut, menyebabkan kekacauan dan kepanikkan.  

Militer teroris Israel tidak segera berkomentar atas serangan teroris mereka itu, yang mengikuti keputusan kabinet keamanan teroris Ehud Olmert untuk membalas dendam serangan roket Palestina di Israel. 

Hari demi hari, setelah jeritan kaum Muslim Palestina akibat kelaparan dan blokade, derita itu terus berlanjut dengan pembantaian atas mereka. Hingga hari ini pula, para penguasa Muslim dan tentara Muslim dunia berdiam diri. Entah, apakah yang akan mereka katakan, ketika di akhirat kelak, seorang anak Palestina berkata, "mereka telah menelantarkan kami, hingga kami terbunuh..., di manakah kalian?"

Pembantaian 27/12/08:

Kamis, 11 Desember 2008

Sejarah Yang Terus Berulang

Sejarah manusia ternyata memiliki kecenderungan yang sama. Pola sejarah selalu berulang antara satu masa dengan masa yang lain dan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Dari milennium ke milennium, dari abad ke abad, dari tahun ke tahun, dari belahan bumi manapun, dari bangsa dan suku apapun, sejarah memiliki sifat dan bentuk yang serupa. Memang ada perbedaan, tetapi perbedaan ini hanya karena bentuk dan macam peradabannya, bukan dalam hal-hal yang mendasar dan substansial. Artinya, sejarah secara substansial adalah sama, karena pembuat sejarah adalah manusia, dimana manusia memiliki sifat umum yang serupa, kapanpun dan dimanapun manusia itu hidup. Maka sudah semestinya kita, sebagai kaum yang mengaku memiliki peradaban paling canggih dan modern, menggunakan sejarah sebagai tempat untuk berkaca diri, belajar dari orang-orang yang lebih dahulu hidup, dan tentu saja tidak mengulangi kesalahan – kesalahan yang sama, sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang di masa lalu.
Sejarah masa lalu, ternyata bukanlah sejarah dengan teknologi kuno dan terbelakang sebagaimana yang selama ini digambarkan oleh sebagian orang. Sejarah masa lalu manusia telah mencapai kemajuan peradaban yang sangat luar biasa, dan kita sebagai generasi penerus, masih sering terkagum-kagum dengan peninggalan-peninggalan masa lampau. Bentuk arsitektur, teknologi, seni atur ruang, rancang bangun, tata kota dan pemerintahan telah menunjukkan sebuah rumusan dengan ketelitian dan kerumitan yang tinggi, dan tentunya sangat luar biasa untuk dilakukan pada masa itu. Cobalah kita bayangkan bagaimana candi Borobudur, Piramida dan patung Sphinx Mesir, Taman gantung Babilonia, Tembok besar Cina, ataupun Colleseum Roma, direncanakan, dirancang, dibangun dan hingga akhirnya diwujudkan. Sungguh sebuah peradaban yang sangat luar biasa. Sungguh manusia di masa lalu telah mencapai sebuah peradaban yang sangat mencengangkan.
Bahkan, kita akan semakin tercengang dengan penemuan-penemuan luar biasa belakangan ini tentang catatan-catatan dan peninggalan masa lampau yang menunjukkan bahwa peradaban – peradaban tahun 10.000-15.000 SM di Mohenjodaro dan Gangga(India) , Atlantis, Mesir, dan sebagian Afrika telah menemukan wahana terbang, senjata nuklir, dan lampu pijar, yang pada peradaban kita baru saja kita patenkan di abad 19 dan 20. (sumber: www.jurnal-dipta.com). Sungguh, manusia telah mencapai masa-masa gemilang puluhan ribu tahun sebelum peradaban modern kita.
Kini pertanyaan besarnya adalah, mengapa peradaban itu runtuh, musnah, hancur atau bahkan tidak mampu sedikitpun menurunkan ilmu dan teknologi yang telah mereka dapat di masa itu kepada masa sesudahnya ? Mengapa kita harus susah payah lagi menemukan reaktor nuklir, listrik, lampu pijar dan pesawat terbang bila pada masa lampau manusia telah menemukannya dan menggunakannya ? Jawabannya ternyata tidak susah. Kita pasti sudah tahu. Jawabannya adalah karena kemajuan dan kecerdasan mereka, manusia di masa lampau, kemudian membuat mereka sombong, takabur, dan melupakan Allah sebagai Tuhan pencipta semesta alam. Kesombongan dan kecongkakan mereka termanifestasi pada perilaku mereka yang jauh dari kesan religiusitas, seperti seks bebas, ateisme, mabuk-mabukan, berpakaian yang memamerkan aurat, perebutan kekuasaan, penjajahan, perbudakan, pelacuran, mempertontonkan kekerasan dan pembunuhan, campur aduknya pergaulan pria-wanita, hingga prilaku homoseksual dan lesbian. Peradaban Mohenjodaro hancur karena perang nuklir yang menyebabkan mereka semua mati karena radiasi nuklir, Mesir hancur karena menuhankan rajanya, Romawi hancur karena perebutan kekuasaan, kecintaan mereka terhadap pelacuran dan pameran kekerasan, Pompeii di Italia hancur karena perbuatan homoseksualitas dan seks bebas yang meraja lela bahkan mereka lakukan di jalan-jalan, dsb. Allah-lah yang menghancurkan mereka melalui tangan mereka sendiri, musuh yang tiba-tiba datang, bencana alam dan adzab yang datang bertubi-tubi, gempa dan terbaliknya bumi tempat mereka berpijak, ataupun melalui terjangan lahar panas dari gunung berapi sebagaimana kota Pompeii.
Setelah puncak kemaksiatan itu tercapai, maka dunia kembali sunyi dan seimbang dengan hancurnya peradaban itu. Dunia kembali harus mengais-ngais ilmu pengetahuan dan teknologi karena catatan-catatan penemuan mereka tidak tersisa sedikitpun. Dunia kembali ke zaman pra sejarah, hingga kemudian tercapai puncak kemaksiatan berikutnya. Sekali lagi kehancuran menghampiri mereka, dan muncullah peradaban baru yang menggantikan dominasi peradaban sebelumnya.
Hal ini pun terjadi pada masa Rasulullah saw lahir, dimana dunia sedang dalam kondisi kemaksiatan yang sangat dahsyat. Pelacuran, pembunuhan, penyembahan berhala, perebutan kekuasaan, budaya-budaya yang kufur dan jahiliyah merajai setiap sudut pikir masyarakat dunia. Masyarakat mengenal Allah sebagai Tuhan, tetapi hal itu tidak menjadikan mereka beraqidah Islam. Mereka melakukan ritual-ritual yang mereka ciptakan sendiri, mereka berhukum dengan hukum ciptaan mereka sendiri, mereka melakukan riba, mengurangi timbangan, menipu, mencuri, memperbudak, dan segala prilaku maksiat yang sangat buruk.
Ketika Islam datang, peradaban itu tidak dihancurkan dengan adzab, tetapi dihancurkan dengan munculnya ideologi yang baru, yaitu Islam. Untuk itulah, Islam datang sebagai rahmatan lil alamin. Ketika Islam datang, semua peradaban yang jahiliyah dan kufur dihapuskan. Digantikan dengan peradaban Islam yang mulia dan adil.
Sejak saat itu, dunia mengakui kebesaran peradaban Islam. Berbagai kemajuan dan ketinggian teknologi tercipta dengan landasan ideologi baru ini. Ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat, kesejahteraan masyarakat meningkat, keadilan dan kemakmuran merata, penjajahan dihapuskan, dan hukum kafir ditinggalkan.
Hal ini berlangsung begitu lama, kira-kira selama 1300 tahun hingga kemudian benteng terakhir kekhilafahan Turki Utsmani dihancurkan oleh pasukan sekutu di tahun 1924.
Setelah kehancuran kekhilafahan Islam ini, dunia perlahan-lahan kembali menjadi mercusuar kemaksiatan terhadap Allah. Muncullah ide-ide kufur seperti Demokrasi, HAM, Nasionalisme, Pluralisme, Kapitalisme, Sekularisme, Komunisme, dsb yang menuntun manusia kepada jalan yang dimurkai Allah.
Kini, prilaku yang dulu kita benci dan yang telah dihancurkan oleh Rasulullah kembali tumbuh subur dan menjadi budaya yang ada ditengah-tengah kaum muslim. Manusia kembali berhukum dengan hukum ciptaan mereka sendiri, bergaul secara campur aduk antara pria-wanita, melakukan riba, mengurangi timbangan, penipuan, pencurian, pelacuran, pembunuhan, penyembahan berhala, perebutan kekuasaan, dan segala prilaku maksiat yang sangat buruk. Nah, tanpa kita sadari kita kembali menjadi kaum jahiliyah. Tanpa kita sadari pula, sejarah telah berulang untuk kesekian kalinya.
Sekarang, kita hanya bisa berharap adzab Allah tidak ditimpakan kepada kita. Untuk itulah, kita harus segera memutuskan. Mulai sekarang, saat ini, dan untuk selamanya. Berada di pihak Abu Lahab, ataukah berada di pihak Abu Bakar. Berkubang dalam kekufuran, atau berjuang dalam dakwah demi tegaknya Islam kembali.
Bersegeralah saudaraku, karena belum tentu kita bisa seperti Abu Sufyan yang masih diberi kesempatan untuk bertobat dari lubang kejahiliyahan....
Irfan S. Roniyadi